Selamat Datang

Senin, 28 Oktober 2013

KODE TEKA-TEKI DAN SEMIOTIK PADA CERPEN AWAN-AWAN SENJA DAN MATIAS AKANKARI

KODE TEKA-TEKI CERPEN “AWAN-AWAN SENJA”
1.    Apa yang menyebabkan Ndorobei menyandang gelar Raden Mas?
Karena Ndorobei adalah seorang yang cakap dan rajin serta silsilahnya yang masih terhitung tinggi derajatnya di lingkungan bangsawan.
2.    Apakah Ndorobei disegani oleh tetangga-tetangganya?
Ya, Ndorobei sangat disegani oleh tetangga-tetangganya karena Ndorobei adalah seorang bangsawan yang dermawan.
3.    Kemana Ndorobei pergi bersama Duren?
Ndorobei pergi ke Alun-alun Selatan.
4.    Untuk apa Ndorobei pergi bersama Duren ke Alun-alun Selatan?
Untuk melatih kudanya berlari kencang dipasir, dilumpur atau tempat-tempat penyebrangan.
5.    Siapakah yang ditemui Ndorobei dijalan simpang?
Ndorobei bertemu Tinah, seorang gadis yang mencangking bakul.
6.    Apa yang dilakukan Ndorobei ketika Durennya menakut-nakuti Tinah?
Ndorobei meloncat turun dan menghampiri Tinah lalu berjongkok meminta maaf.
7.    Di rumah siapa Ndorobei beristirahat dan makan bersama Duren?
Di rumah Wedana Bekonang.
8.    Apa yang ditanyakan Ndorobei kepada Senen ketika sampai dirumah?
Ndorobei menanyakan Tinah.
9.    Apa tujuan Dimas Pradopo datang ke rumah Ndorobei?
Dimas mengajak Ndorobei menonton Tayuban di rumah Pak Projo.
10.    Mengapa Ndorobei menolak ajakan Dimas Pradopo?
Karena Ndorobei lelah setelah melatih kudanya seharian di tapian Bengawan.
11.    Apa yang dibicarakan Senen kepada Ndorobei katika ia berbaring di kursi malas di pendapa?
Senen memberitahu kepada Ndorobei bahwa Tinah adalah gadis yang sukar didekati. Tinah telah dijodohkan dengan saudagar batik dari Kemlayan karena keadaan keluarga Mbok joyo, Ibu Tinah yang amat pahit.
12.    Apa yang diperintahkan Ndorobei kepada Senen?
Senen diperintahkan Ndorobei untuk memanggil Tinah dengan Emboknya.
13.    Apa tujuan Ndorobei memanggil Tinah dengan Emboknya?
Ndorobei menyuruh Tinah dan Emboknya tinggal dirumah kecil Ndorobei yang kosong didekat sumur.
14.    Apakah Mbok Joyo dan Tinah bersedia tinggal di rumahnya Ndorobei?
Mbok Joyo dan Tinah menolak tinggal di rumah Ndorobei karena Tinah sudah dipinta untuk diperistri oleh saudagar dari Kemlayan dan menempati rumah mereka.
15.    Mengapa Ndorobei mengurungkan niatnya untuk berjalan-jalan ke luar rumah?
Karena Ndorobei kecewa terhadap Tinah yang tidak mau menerima niat baiknya.
16.    Mengapa tiba-tiba Tinah datang ke rumah Ndorobei sambil menangis dan memutuskan untuk tinggal bersama Ndorobei?
Karena Tinah kurang rela untuk diperisteri oleh saudagar dari Kemlayan dan ketika Ndorobei menawarkan rumah untuknya, Tinah merasa menemukan jalan untuk melepaskan diri dari masalah yang membelenggu dirinya.
17.    Mengapa Ndorobei memanggil Tinah setelah ia selesai membuat teh disuatu sore?
Karena Ndorobei memberitahu Tinah tentang berita-berita miring yang menerpa Ndorobei dan kabar-kabar larinya Tinah ke rumahnya.
18.    Apa yang diminta Ndorobei kepada Tinah?
Ndorobei meminta Tinah untuk pulang ke rumahnya dan meminta Tinah menjaga nama baiknya.
19.    Apa yang dilakukan Ndorobei setelah mendengar kabar miring tentangnya?
Ndorobei mengantar Tinah pulang ke rumahnya.
20.    Siapa yang menghadang jalan Ndorobei dengan Tinah ditikungan menuju rumah Mbok Joyo?
Yang menghadang Ndorobei adalah saudagar dan ketiga temannya.
21.    Apa yang dilakukan ketiga temannya saudagar terhadap Tinah?
Tinah diikat dibawah pohon nangka oleh teman-temannya saudagar.
22.    Apa yang terjadi antara Ndorobei dan saudagar serta ketiga temannya?
Ndorobei dan saudagar berkelahi dan saling menyerang.
23.    Apa yang menimpa Ndorobei?
Ndorobei terluka, pukulan kayu menghujani tubuhnya yang sudah terkapar, Ndorobei tak sadarkan diri.
24.    Apa yang terjadi kepada Ndorobei sebulan setelah perkelahian itu?
Ndorobei terbaring dengan perasaan terluka karena menahan sakit dan malu, dan matanya tidak bisa lagi melihat.
25.     Apa yang diperintahkan Ndorobei kepada Senen?
Senen diperintahkan Ndorobei untuk menjual segala barang miliknya, mas intan dan segala harta bendanya.
26.    Untuk apa uang hasil penjualan barang-barang milik Ndorobei?
Uang hasil penjualan barang-barang milik Ndorobei dibagikan kepada sanak keluarga, sisanya akan dibelikan sebuah rumah kecil di desa Paras.
27.    Kemana Ndorobei dan Senen akan tinggal?
Di desa Paras, sebuah dusun dipuncak gunung Merapi.
28.    Apa yang diwariskan Senen kepada ndorobei sepeninggalnya?
Senen mewariskan kepandaiannya memijit.
29.    Apa yang dilakukan Ndorobei ketika barang miliknya telah habis?
Ndorobei hidup sebagai tukang pijit dan tukang urut di desa Paras.
30.    Mengapa Ndorobei kembali ke Solo?
Karena ia kesepian setelah ditinggalkan oleh Senen dan hidupnya semakin memprihatinkan, langganan pijitnya pun mulai berkurang, oleh karena itu Ndorobei memutuskan untuk kembali lagi ke Solo.
31.    Siapakah yang datang tiba-tiba ke rumah Ndorobei?
Yang datang kerumah Ndorobei adalah Tinah.
32.    Mengapa Tinah buta seperti Ndorobei?
Karena Tinah mendengar dari sepupunya bahwa Ndorobei masih hidup dan buta, maka dari itu Tinah ikut membutakan matanya agar senasib dan sepenanggungan dengan Ndorobei.
33.    Apakah setelah bertemu Ndorobei, ia tinggal bersamanya?
Ya, Tinah tinggal bersama Ndorobei.
34.    Apa yang terjadi kepada Tinah setelah ia tinggal bersama Ndorobei.
Setelah tujuh hari Tinah tinggal bersama Ndorobei, ia meninggal diatas bele-bale tempat tidurnya.
35.    Apa yang dilakukan Ndorobei setelah meninggalnya Tinah?
Ndorobei hanya berharap bias menyusul Tinah dan menunggu hri penghabisannya.

ICON CERPEN “MATIAS AKANKARI”
1.    Orang Negro mirip dengan orang Irian, karena kulitnya sama-sama hitam.
2.    Wanita Jakarta mirip dengan wanita Irian Jaya, karena sama-sama telanjang.
3.    Tempat lahir yesus diatas rumput-rumput mirip dengan kalahiran bayi di Jakarta diats kertas-kertas.
4.    Daerah Jakarta mirip dengan daerah Irian Jaya, karena Jakarta hutan gedung sedangkan Irian Jaya hutan belantara.
5.    Tarian erotis di Jakarta mirip dengan tarian adat di Irian Jaya
6.    Sol sepatu di Jakarta mirip dengan lidah biawak di Irian.
7.    Matias mirip dengan barang lux.

INDEKS CERPEN “MATIAS AKANKARI”
1.    Loudspeaker
2.    Gereja

Struktur Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Karya sastra merupakan gambaran kehidupan yang dikisahkan dalam bentuk puisi, prosa maupun drama. Novel merupakan bentuk kesusatraan yang secara perbandingan adalah baru. Kehadiran bentuk novel sebagai salah satu bentuk karya sastra berawal dari kesusastraan Inggris pada awal abad 18. Dikatakan bentuk yang baru karena jika dibandingkan dengan bentuk-bentuk yang seperti puisi, drama dan lain-lain yang lebih dulu dikenal.
Novel Negeri 5 Menara adalah sebuah karya fiksi yang diangkat dari kisah nyata seorang penulis berbakat Ahmad Fuadi. Novel ini menceritakan tentang perjalanan hidup seorang Alif untuk menggapai cita-citanya. Alif bercita-cita dapat bersekolah di SMA dang ingin menjadi seorang Habibie akan tetapi orang tuanya menentang kemauan Alif. Dengan keputusan setengah hati ia merantau ke Jawa Timur untuk mengikuti kemauan orang tuanya melanjutkan sekolah di sekolah agama.
Begitu banyak konflik batin yang ia hadapi di Pondok Madani. Alif bertemu dengan kelima sahabatnya yaitu Said, raja, Atang, Baso dan Dulmajid sehingga mereka mempunyai gelar para Sahibul Menara yang melukiskan mimpi-mimpi mereka diatas awan. Dan Randai yang tak henti-hentinya mengabarkan kepada Alif tentang kehidupannya di SMA, semua itu membuat Alif menjadi iri, betapa tidak, mimpi Randai adalah mimpinya juga akan tetapi takdir berkata lain, ketika Randai dapat mengejar cita-citanya sesuai dengan mimpinya bersekolah di SMA dan meraih prestasi yang gemilang sedangkan Alif harus menghadapi kehidupan di PM yang sehari-harinya berurusan dengan hapalan, hukuman, dan kantor Keamanan Pusat.
Novel ini juga sangat inspiratif dan memotivasi karena dalam novel ini tergambar jelas bagaimana sosok Alif betul-betul belajar keikhlasan dan mengamalkan mantra MAN JADDA WAJADA.
Perjalanan Alif sangat menarik untuk diikuti karena selain persahabatan yang begitu lekat dan erat, novel ini berhasil memompa semangat para pembaca agar tidak takut bermimpi tinggi, karena Insya Allah ada jalan untuk semua mimpi.

1.2    Masalah
Masalah dalam penulisan ini adalah bagaimanakah analisis struktural dalam novel Negeri 5 menara karya Ahmad Fuadi.
1.3    Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah untuk mendiskripsikan struktur dalam novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1.    Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang struktur novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi.
2.    Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang struktur novel negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi.





BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1     Tokoh
Istilah tokoh dan penokohan menunjuk pada pengertian yang berbeda. Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Penokohan dan karakteristik menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita.
Pengertian Tokoh Menurut Aminudin (2002: 79) tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Istilah tokoh mengacu pada orangnya, pelaku cerita (Nurgiyantoro, 1995: 165). Tokoh adalah salah satu unsur yang penting dalam suatu novel atau cerita rekaan. Menurut Sudjiman (1988: 16) tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan.
Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 1995:165) tokoh cerita merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama oleh pembaca kualitas moral dan kecenderungan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan dilakukan dalam tindakan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa tokoh cerita adalah individu rekaan yang mempunyai watak dan perilaku tertentu sebagai pelaku yang mengalami peristiwa dalam cerita.
Tokoh Utama menurut Sudjiman (1988:17-18) berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita dapat dibedakan tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh yang memegang peran pemimpin disebut tokoh utama atau protagonis. Protagonis selalu menjadi tokoh yang sentral dalam cerita, ia bahkan menjadi pusat sorotan dalam kisahan.
Menurut Nurgiyantoro (1995:176) berdasarkan peranan dan tingkat pentingnya, tokoh terdiri atas tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalan novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan kejadiannya lebih sedikit dibandingkan tokoh utama. Kejadiannya hanya ada jika berkaitan dengan tokoh utama secara langsung.
Tokoh utama dapat saja hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan, tetapi tokoh utama juga bisa tidak muncul dalam setiap kejadian atau tidak langsung ditunjuk dalam setiap bab, namun ternyata dalam kejadian atau bab tersebut tetap erat kaitannya, atau dapat dikaitkan dengan tokoh utama. Tokoh utama dalam sebuah novel, mungkin saja lebih dari seorang, walau kadar keutamaannya tidak selalu sama. Keutamaan mereka ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara keseluruhan.
Penentuan tokoh utama dalam sebuah cerita dapat dilakukan dengan cara yaitu tokoh itu yang paling terlibat dengan makna atau tema, tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, tokoh itu yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan.
Pembaca dapat menentukan tokoh utama dengan jalan melihat keseringan pemunculannya dalam suatu cerita. Selain lewat memahami peranan dan keseringan pemunculannya, dalam menentukan tokoh utama dapat juga melalui petunjuk yang diberikan oleh pengarangnya. Tokoh utama umumnya merupakan tokoh yang sering diberi komentar dan dibicarakan oleh pengarangnya. Selain itu lewat judul cerita juga dapat diketahui tokoh utamanya (Aminudin, 2002:80).
Penokohan dan perwatakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berubah, pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya. Menurut Jones dalam Nurgiyantoro (1995:165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Menurut Sudjiman (1988:22) watak adalah kualitas nalar dan jiwa tokoh yang membedakannya dengan tokoh lain. Penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh ini yang disebut penokohan.
Penokohan dan perwatakan sangat erat kaitannya. Penokohan berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilih tokoh-tokohnya serta memberi nama tokoh tersebut, sedangkan perwatakan berhubungan dengan bagaimana watak tokoh-tokoh tersebut.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa penokohan adalah penggambaran atau pelukisan mengenai tokoh cerita baik lahirnya maupun batinnya oleh seorang pengarang.
Tokoh datar ialah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi, misalnya baik saja atau buruk saja. Sejak awal sampai akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap jahat. Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya.
Dalam karya sastra dikenal pula tokoh protagonis dan antagonis. Protagonis ialah tokoh yang disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Antagonis ialah tokoh yang tidak disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya.

2.2    Plot/Alur
Plot harus mampu menjawab tiga hal dari enam pertanyaan yang diajukan apa, bagaimana dan mengapa. Plot adalah peristiwa kunci cerita dan logika yang menggabungkan peristiwa utama dengan peristiwa lainnya, yang berfungsi memperkuat peristiwa itu. Plot menjalin sebab dan akibat untuk membangun hubungan ini. Tolstory mengandalkan filosofi tradisional yang berdasarkan pada sebab akibat ( atau paling tidak hubungan antara berbagai peristiwa yang terjadi) dan nilai-nilai dasar yang berharga seperi kehidupan dan cerita.
Menurut foster (dalam nurgiantoro, 2000:114), plot menampilkan kejadian-kejadian yang mengdung komflik yang mampu menarik atau bahkan mencekam pembaca untuk mengetahui kejadian-kejadian berikutnya. Namun, tentu saat hal itu tak akan dikemukakan begitu saja secara sekaligus dan cepat oleh pengarang, melainkan disiasati dengan hanya dituturkan sedikit demi sedikit mengenai peristiwa-persitiwa yang sebenarnya, atau menyambunyikan sesuatu yang menjadi kunci permasalahan.
Dilihat dari fungsinya. Menurut buolton (sukada, 1987:73) ada dua fungsi plot, yaitu (1) plot membawa pembaca kearah maju dalam memahami cerita, sekalipun sesungguhnya tidak semua detail dapat diketahui, (2) secara sederhana, plot menyediakan tahap atau peluang bagi penulis untuk meletakan seseatu yang dikehendaki.
Berbagai pengertian tentang plot yang dikemukakan para ahli, walau berbeda dalam hal perumusan, biasanya mempergunakan kata-kata “kunci” peristiwa-peristiwa yang berhubungan sebab akibat itu.
Stanton (1965: 14) misalnya, mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebkan terjadinya peristiwa yang lain. Kenny (1966: 14) mengemukakan plot sebagai peristiwa- peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat. Jauh sebelumnya, seperti ditujukan diatas, Forster (1970 (1927) : 93) adalah peristiwa- peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas.
Untuk memperoleh keutuhan sebuah plot cerita, Aristoteles mengemukakan bahwa sebuah plot haruslah terdiri dari tahap awal (beginning), tahap tengah (midle), dan tahap akhir (end) (Abrams, 1981: 138). Ketiga tahap tersebut penting untuk dikenali, terutama jika kita bermaksud menelaah plot karya fiksi yang bersangkutan.
Tahap awal. Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut sebagai tahap perkenalan. Tahap perkenalan pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya. Ia misalnya, berupa penunjukan dan pengenalan latar, seperti nama-nama tempat, suasana alam, waktu kejadian (misalnya ada kaitannya dengan waktu sejarah), dan lain-lain, yang pada garis besarnya berupa deskripsi setting. Selain itu, tahap awal juga sering dipergunakan untuk pengenalan tokoh-tokoh cerita, mungkin berwujud deskripsi fisik, bahkan mungkin juga telah disinggung (walau secara implisit) perwatakannya.
Tahap tengah, tahap tengah cerita yang dapat juga disebut sebagai tahap pertikaian, menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebulumnya. Menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan. Konflik yang dikisahkan, seperti telah dikemukakan diatas, dapat berupa konflik internal, konflik yang terjadi dalam diri seorang tokoh, konflik eksternal, konflik atau pertentangan yang terjadi antar tokoh cerita, antara tokoh-tokoh pratagonis dengan tokoh-tokoh dan kekuatan antagonis, atau keduanya sekaligus. Dalam tahap tengah inilah klimaks ditampilkan, yaitu ketika konflik (utama) telah mencapai titik intensitas tertinggi (tentang konflik dan klimaks dapat dilihat kembali pada pembicaraan sebelumnya).
Tahap akhir. Tahap akhir sebuah cerita atau dapat juga disebut sebagai tahap pelarian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Jadi bagian ini misalnya (antara lain) berisi bagaimana kesudahan cerita, atau menyaran pada hal bagaimanakah akhir sebuah cerita. Membaca sebuah karya cerita yangmenegangkan, yang tinggi kadar suspense-nya, kita sering mempertanyakan: bagaimanakah kelanjutannya, dan bagaimanakah pula akhirnya (pengakhirannya), dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan bagaimana “nasib” (tokoh-tokoh). Bagaimana bentuk penyelesaian disebuah cerrita, dalam banyak hal ditentukan (atau dipengaruhi oleh hubungan antartokoh dan konflik (termasuk klimaks yang dimunculkan.
2.3    Latar
Pada dasarnya, setiap karya satra (novel) yang membentuk cerita selalu memiliki latar. Latar adalah situasi, tempat, ruang dan waktu terjadinya cerita. Tercakup pula di dalamnya lingkungan geografis, pekerjaan, benda-benda dan alat-alat yang berkaitan dengan tempat terjadinya cerita waktu, suasana dan periode sejarah. Adanya penggunaan latar dalam sebuah cerita, membuat pembaca atau penikmat sastra seolah-olah seperti dalam kehidupan sebenarnya. Dalam hal ini penggunaan latar sangat mendukung terciptanya karya sastra dan menarik perhatian para pembaca atau penikmat sastra. Latar atau seting disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan linggkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1981:175). Stanton (1965) mengelompokan latar, bersama tokoh dan plot, ke dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal ini yang akan dihadapi dan dapat di imajinasi oleh pembaca secara faktual jika membaca cerita fiksi. Atau, ketiga hal inilah yang secara kongkret dan langsung membentuk cerita: tokoh cerita adalah pelaku dan penderita kejadian-kejadian yang bersebab akibat, dan itu perlu pijakan, dimana dan kapan.
Ada beberapa fungsi latar, yaitu (1) dapat memberikan informasi (tempat, waktu), (2) sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh, dan (3) menjadi metafor dari keadaan emosional dan spiritual tokoh (sudjiman, 1988:44) sejalan dengan butir ketiga, latar memiliki fungsi psikologis sehingga mampu menuansakan makna tertentu. ( Aminuddin, 1995:67).
Latar memberikan pijakan cerita secara kongkrit dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca denagan demikian merasa dipermudah untuk “mengoprasikan” daya imajinasinya, disamping dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuannya tentang latar. Pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga merasa lebih bakrab. Pembaca seolah-olah merasd menemukan dalam cerita itu sesuatu yang sebenarnya menjadi bagian dirinya. Hal ini akan terjadi jika latar mampu mengangkat suasana setempat, warna lokal, lengkap dengan perwatakannya kedalam cerita.
Analisis latar dibedakan atas latar fisik seperti bangunan, daerah dan sebagainya; sedangkan latar sosial menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial, adat kebiasaan, cara hidup dan bahasa  yang melatari peristiwa (Sudjiman, 1988:44) hal tersebut secara langsung maupu tidak langsung diungkapkan oleh pengarang lewat tokoh-tokohnya dalam sebuah cerita. Penafsiran latar sosial memerlukan suatu interpretasi awal untuk memahami latar tersebut dalam kaitan dengan keseluruhan cerita.







BAB III
METODE
3.1    Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis berupa unsur yang menggambarkan struktur cerita dalam novel Negeri 5 menara karya Ahmad Fuadi yang meliputi tokoh, alur dan latar. Serta unsur-unsur yang merupakan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi.
Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama cetakan keenambelas April tahun 2012 tebal buku 423 halaman yang merupakan koleksi pustaka pribadi dan data tertulis lain yang mendukung penelitian ini.

3.2    Teknik Analisis
Penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan struktural yang menelaah unsur-unsur yang membangun dari dalam sebuah karya sastra. Pendekatan struktural memandang karya sastra sebagai suatu karya yang bersifat otonom dan dapat berdiri sendiri. Pendekatan struktural pada dasarnya menggiring para pembaca/penikmat sastra dalam upaya mengenal unsur-unsur intrinsik suatu karya sastra. Hal ini sesuai dengan masalah utama dalam penelitian ini, yaitu struktur cerita dalam novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. Dalam menggunakan pendekatan struktural, penulis mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan struktur cerita.



BAB IV
PEMBAHASAN
4.1    Tokoh
4.1.1    Identifikasi Tokoh
    Tokoh-tokoh yang terdapat pada novel Negeri 5 Menara adalah:
1.    Alif Fikri
2.    Ayah
3.    Amak
4.    Pak Etek Gindo
5.    Dulmajid
6.    Raja
7.    Atang
8.    Said
9.    Baso
10.    Ismail
11.    Burhan
12.    Teuku
13.    Shaleh
14.    Kiai Rais
15.    Kak Iskandar
16.    Randai
17.    Ustad Salman
18.    Ustad Faris
19.    Ustad Jamil
20.    Ustad Badil
21.    Ustad Karim
22.    Ustad Torik
23.    Ustad Abu Razi
24.    Ustad Fatoni
25.    Ustad Khalid
26.    Ustad Khaidir
27.    Rajab Sujai/Tyson
28.    Mbok Warsi
29.    Kak Saif
30.    Kak Jamal
31.    Pencuri
32.    Bapak Yunus
33.    Ayah Said
34.    Sarah
35.    Ibu Saliha, Istri Ustad Khalid
   









4.1.2    Hubungan Antar Tokoh
1.    Alif Fikri
2.    Ayah
3.    Amak
4.    Pak Etek Gindo
5.    Dulmajid
6.    Raja
7.    Atang
8.    Said
9.    Baso
10.    Ismail
11.    Burhan
12.    Teuku
13.    Shaleh
14.    Kiai Rais
15.    Kak Iskandar
16.    Randai
17.    Ustad Salman
18.    Ustad Faris
19.    Ustad Jamil
20.    Ustad Badil
21.    Ustad Karim
22.    Ustad Torik
23.    Ustad Abu Razi
24.    Ustad Fatoni
25.    Ustad Khalid
26.    Ustad Khaidir
27.    Rajab Sujai/Tyson
28.    Mbok Warsi
29.    Kak Saif
30.    Kak Jamal
31.    Pencuri
32.    Bapak Yunus
33.    Ayah Said
34.    Sarah
35.    Ibu Saliha

4.1.3    Karakter Tokoh
1.    Alif
Karakter Alif dalam novel Negeri 5 Menara sangat ulet, penurut, baik, sabar sungguh-sungguh dan konsisten. Alif juga sosok yang tidak mudah menyerah demi mencapai mimpi-mimpinya.
2.    Ayah Alif
Tokoh Ayah Alif di sini  memiliki watak pendiam dan penuh kasih sayang terhadap keluarganya penuh dengan kesederhanaan.
3.    Amak
           Ibu Alif adalah sosok ibu yang tegar, sabar, lembut, dan disiplin.
4.    Pak Etek Gindo
Pak Etek Gindo adalah paman Alif, ia sosok paman yang baik, karena dialah Alif sampai bisa masuk do Pondok Madani dan menjadi seperti sekarang.
5.    Randai
Karakter seorang Randai digambarkan sebagai sosok yang pada dasarnya baik dan setia kawan, namun ambisius serta kadang juga egois.
6.    Ismail
Karakter Ismail baik, murah senyum.
7.    Said
Said adalah sahabat Alif yang sangat baik, dia juga dermawan dan selalu berhuznuzan
8.    Baso
Baso adalah sahabat Alif yang sabar, rajin dan  sangat pandai menghapal.
9.    Ustad Torik
Ustad Torik adalah ustad yang sangat pandai dan rajin berolahraga, dia juga bijaksana.                                                                                                         
10.    Ustad Salman
Ustad Salman adalah ustad yang sangat pandai dan kreatif.
11.    Tyson
Tyson adalah penjaga keamanan di PM dan ia adalah sosok yang tegas, disiplin tinggi namun baik dan ramah kepada setiap orang.
12.    Raja
Raja adalah sahabat Alif yan baik dan sangat pandai dan ia sangat ahli dalam berpidato.
13.    Atang
Atang adalah sahabat Alif yang baik hati ia selalu membantu sahabatnya yang membutuhkan bantuannya.
14.    Kiai Rais
Kiai Rais adalah sosok pemimpin yang cerdas, berwibawa, baik dan disegani, ia memiliki kharisma sehingga para murid PM sangat mencintainya.
15.    Ustad Khalid
Ustad khalid sekilas digambarkan sebagai tokoh yang sangat serius, namun semakin di dalami karakternya, beliau adalah orang yang sangat ramah dan suka melucu.
16.    Ibu Saliha
Ibu Salihah adalah istri Ustad Khalid yang sangat lembut, murah senyum, dan sangat ramah.
17.    Sarah
Sarah digambarkan sebagai gadis yang sangat lembut, periang, murah senyum, aktif, tidak malu menyampaikan penpat dan ia sangat cerdas.
18.    Dulmajid
Tokoh Dulmajid adalah sahabat Alif yang baik hati ia selalu membantu sahabatnya yang membutuhkan bantuannya.
19.    Burhan
Burhan adalah sosok yang baik, ia memandu para orang tua sisiwa yang ingin berkeliling di PM.
20.    Teuku
Teuku adalah teman Alif semasa di Pondok Madani karakternya tidak di jelaskan secara detail.
21.    Sholeh
Sholeh adalah teman Alif di Pondok Madani, ia sangat pandai mengaji.
22.    Kak Iskandar
Kak Iskandar adalah tokoh yang tidak terlalu nampak dan gambarannya kurang jelas karakternya.
23.    Ustad Faris
Ustad Faris adalah ustad yang pandai dan ikhlas dalam membimbing para murid-muridnya.
24.    Ustad Jamil
Ustad Jamil adalah ustad yang baik, dan pandai.
25.    Ustad Badil
Ustad Badil adalah sosok yang sangat baik dan pandai.
26.    Ustad Karim
Ustad Karim adalah sosok yan tidak banyak di gambarkan dalam novel Ranah 3 Warna.
27.    Ustad Fatoni
Ustad Fatoni adalah ustad yang baik dan layak dijadikan teladan bagi para siswa.
28.    Ustad Khaidir
Ustad Khaidir tidak digambarkan secara jelas dalam novel ini.
29.    Kak Saif
Tokoh Kak Saif adalah kakak senior yang baik.
30.    Mbok Warsi
Mbok Warsi adalah seorang wanita parugh baya yang baik karena setiap hari ia membuat makanan dan melayani seluruh siswa PM.
31.    Kak Jamal
Kak Jamal adalah kakak senior Alif, dia adalah sosok kakak yang patut diteladani.
32.    Pencuri
Pencuri berwatak jahat karena ia berusaha mencuri dan melukai Alif dan kawan-kawannya.
33.    Ustad Abu Razi
Ustad Abu Razi adalah seorang yang pandai berbicara dan santun.
34.    Bapak Yunus
Bapak Yunus adalah tokoh yang yang baik, dia ayah yang baik dan suka menolong.
35.    Ayah Said
Ayah Said adalah tokoh yang baik dan ramah, dia juga loyal.

4.1.4    Tokoh Utama dan Tokoh Bawahan
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalan novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Sedangkan tokoh tambahan kejadiannya lebih sedikit dibandingkan tokoh utama. Kejadiannya hanya ada jika berkaitan dengan tokoh utama secara langsung.
Dalam novel Negeri 5 Menara, tokoh utamanya adalah Alif Fikri, sedangkan Tokoh bawahannya adalah Ayah, Amak, Pak Etek Gindo, Dulmajid, Raja, Atang, Said, Baso, Ismail, Burhan, Teuku, Shaleh, Kiai Rais, Kak Iskandar, Randai, Ustad Salman, Ustad Faris, Ustad Jamil, Ustad Badil, Ustad Karim, Ustad Torik, Ustad Abu Razi, Ustad Fatoni, Ustad Khalid, Ustad Khaidir, Rajab Sujai/Tyson, Mbok Warsi, Kak Saif, Kak Jamal, Pencuri, Bapak Yunus, Ayah Said, Sarah dan Ibu Saliha, Istri Ustad Khalid.
4.1.5    Tokoh Bulat dan Tokoh Datar
Dalam Novel negeri 5 Menara tidak terdapat tokoh bulat, karena semua tokoh-tokohnya memiliki karakter yang konsisten dari awal sampai akhir cerita. Sedangkan tokoh datar yang terdapat dalam novel ini adalah:
1.    Alif Fikri
2.    Ayah
3.    Amak
4.    Pak Etek Gindo
5.    Dulmajid
6.    Raja
7.    Atang
8.    Said
9.    Baso
10.    Ismail
11.    Burhan
12.    Teuku
13.    Shaleh
14.    Kiai Rais
15.    Kak Iskandar
16.    Randai
17.    Ustad Salman
18.    Ustad Faris
19.    Ustad Jamil
20.    Ustad Badil
21.    Ustad Karim
22.    Ustad Torik
23.    Ustad Abu Razi
24.    Ustad Fatoni
25.    Ustad Khalid
26.    Ustad Khaidir
27.    Rajab Sujai/Tyson
28.    Mbok Warsi
29.    Kak Saif
30.    Kak Jamal
31.    Pencuri
32.    Bapak Yunus
33.    Ayah Said
34.    Sarah
35.    Ibu Saliha, Istri Ustad Khalid

4.1.6    Tokoh Antagonis dan Protagonis
Tokoh antagonis pada novel Negeri 5 Menara adalah pencuri, karena pencuri tersebut berusaha merampok Pondok madani dan menyakiti Alif dan Dulmajid.
Sedangkan tokoh protagonist pada novel Negeri 5 Menara ini adalah Ayah, Amak, Pak Etek Gindo, Dulmajid, Raja, Atang, Said, Baso, Ismail, Burhan, Teuku, Shaleh, Kiai Rais, Kak Iskandar, Randai, Ustad Salman, Ustad Faris, Ustad Jamil, Ustad Badil, Ustad Karim, Ustad Torik, Ustad Abu Razi, Ustad Fatoni, Ustad Khalid, Ustad Khaidir, Rajab Sujai/Tyson, Mbok Warsi, Kak Saif, Kak Jamal, Pencuri, Bapak Yunus, Ayah Said, Sarah dan Ibu Saliha, Istri Ustad Khalid
4.2    Alur
4.2.1     Sekuen
Washingtin DC, Desember 2003, jam 16.00
1.    Alif mempersiapkan barang-barang bawaannya.
2.    Alif mendapat e-mail dari Atang.
3.    Alif mendapat kabar tentang Raja dari Atang.
4.    Alif mengulas masa lalunya.
5.    Alif lulus dari  Madrasah Tsanawiyah.
6.    Amak mengajak Alif berbicara.
7.    Amak menginginkan Alif masuk Madrasah.
8.    Alif tidak ingin masuk Madrasah di Bukittinggi.
9.    Alif bercita-cita masuk SMA di Bukittinggi.
10.    Pak Etek Gindo mengirimkan surat kepada Alif.
11.    Alif memutuskan masuk Pondok Madani di Jawa Timur.
12.    Alif meninggalkan kampung pergi ke Pulau Jawa untuk menuntut ilmu.
13.    Alif menaiki bus dan menyebrangi lautan untuk sampai ke Jawa Timur.
14.    Alif sampai di terminal Ponorogo Jawa Timur.
15.    Alif diantar ke Pondok Madani oleh Ismail, panitia penerimaan siswa baru.
16.    Burhan menemani rombongan siswa baru berkeliling Pondok Madani.
17.    Alif mengikuti ujian tes seleksi masuk PM.
18.    Alif lulus tes ujian.
19.    Alif memperkenalkan diri di depan kelas dipandu oleh Ustad Salman.
20.    Alif dan seluruh murid baru berkumpul di aula.
21.    Kiai Rais memberi petuah-petuah kepada murid baru.
22.    Alif dan kawan-kawannya berbondong-bondong masuk dalam asrama.
23.    Kak Iskandar membacakan qanun/peraturan yang tidak boleh dilanggar.
24.    Alif, Atang, Raja, Baso, Said dan Dulmajid berbelanja di Koperasi.
25.    Alif dan kelima kawan-kawannya melanggar qanun.
26.    Alif dan kawan-kawannya mendapat hukuman dari Tyson.
27.    Alif dan seluruh warga PM shalat magrib berjamaah di Masjid Jami’.
28.    Alif dan kelima kawannya dipanggil oleh Mahkamah Keamanan.
29.    Alif dan kelima kawannya mendapatkan hukuman dari Mahkamah Keamanan.
30.    Alif dan kelima Kawnnya mendai jasus/mata-mata.
31.    Alif mendapatkan dua orang jasus.
32.    Alif memakai sarung dan kurban untuk pergi ke Masjid.
33.    Alif teringat kejadian tentang sarung bersama Ayahnya di Pasar Matur ketika ia masih SD.
34.    Alif, Atang, Raja, Said, Baso dan Dulmajid sering berkumpul dan belajar bersama.
35.    Alif, Atang, Raja, Said, Baso dan Dulmajid sepakat di bawah menara adalah tempat mereka berkumpul dan belajar bersama.
36.    Alif dan kelima kawannya bercerita tentang mimpi mereka di bawah menara.
37.    Alif, Atang, Raja, Said, Baso dan Dulmajid menamai diri mereka para sahibul menara yaitu pemilik menara.
38.    Said membuat kata sandi untuk para sahibul menara.
39.    Said menara 1, Raja menara 2, Alif menara 3, Atang menara 4, Dulmajid menara 5 dan Baso menara 6.
40.    Randai adalah sahabat Alif sejak kecil.
41.    Randai adalah anak saudagar kaya.
42.    Randai dan Alif bersahabat di tengah persaingan.
43.    Alif dan Randai gemar berkirim surat.
44.    Alif menerima surat dari Randai.
45.    Alif merasa iri kepada Randai.
46.    Randai dapat masuk di SMA sesuai cita-citanya.
47.    Alif mengikuti kelas tambahan bersama Ustad Salman.
48.    Ustad Salman mengajak murid-muridnya berkeliling dunia dengan membaca buku.
49.    Alif mendapat kekuatan dan semangat dari Ustad Salman.
50.    Alif belajar bahasa Arab bersama Ustad Salman.
51.    Alif sangat tertari dengan pelajaran Tarikh/sejarah dunia.
52.    Alif mengikuti pelajaran Al-Qur’an dan Hadis bersama Ustad Faris.
53.    Alif menyukai pelajaran Khatul Arabi/kaligrafi Arab.
54.    Alif menyukai pelajaran mahfhuzat.
55.    Bahasa Inggris adalah pelajaran favorit Alif.
56.    Hari jum’at adalah hari kemuliaan bagi Alif.
57.    Kupon makan Alif hilang.
58.    Alif hanya mendapatkan kuah rendang.
59.    Said mengajak Sahibul Menara ke Ponorogo.
60.    Alif dan kawan-kawannya meminta izin di Kantor Pengasuhan.
61.    Alif dan kawan-kawannya berhasil keluar dari gerbang PM.
62.    Alif dan kawan-kawannya menyewa sepeda ontel.
63.    Alif dan kawan-kawannya berkeliling di Kota Ponorogo.
64.    Alif dan kawan-kawannya makan sate dan berbelanja keperluan sekolahnya.
65.    Alif dan kawan-kawannya melewati asrama putri.
66.    Alif dan kawan-kawannya melewati bioskop.
67.    Alif dan kawan-kawannya terlambat kembali ke PM.
68.    Ustad Torik memaafkan kesalahan Alif dan kawan-kawannya.
69.    Setiap pagi kakak dari penggerak bahasa masuk ke kamar meneriakkan kosa katabaru dan kemudian diikuti.
70.    Alif mengikuti segala yang diperintahkan kakak dari penggerak bahasa.
71.    Alif dan kawan-kawannya mulai bisa berbicara bahasa Arab dan bahasa Inggris.
72.    Alif semakin fasih berbahasa Arab.
73.    Setiap tiga kali seminggu murid-murid PM diwajibkan mengikuti muhadarah atau latihan berpidato di depan umum.
74.    Alif mendapat giliran berpidato bahasa Inggris.
75.    Alif meminta Raja menjadi mentornya.
76.    Dengan terburu-buru Alif menyelesaikan teks pidatonya.
77.    Alif menghafal dengan fasih teks pidatonya.
78.    Alif berlatih pidato di depan para sahibul menara.
79.    Alif berpidato di depan umum.
80.    Alif berhasil membius para hadirin melalui pidatonya.
81.    Alif dan para sahibul menara menghabiskan waktu menjelang magrib di bawah menara Masjid.
82.    Alif mengungkapkan keluh kesahnya kepada Sahibul menara di bawah menara.
83.    Alif bergabung dengan majalah syams.
84.    Tulisan Alif dimuat pada sebuah Koran.
85.    Alif dipercayakan untuk memegang kamera di PM.
86.    Alif memilih ekstrakulikuler sepak bola dibidang olahraga.
87.    Atang memilih bidang teater.
88.    Raja ingin belajar menjadi singa podium dalam berbagai bahasa dunia.
89.    Baso bertekad bulat untuk menghafal 30 juz Al-Qur’an.
90.    Dulmajid bergabung dengan tim perpustakaan.
91.    Setiap dua kali seminggu Alif mengikuti lari pagi bersama.
92.    Kiai Rais akan bertanding sepak bola melawan kelas 6 selection.
93.    Alif dan kawan-kawannya menonton Kiai Rais bermain sepak bola.
94.    Kiai Rais mencetak gol dengan indah.
95.    Pertandingan dimenangkan oleh tim dari kelas 6.
96.    Said ingin menjadi tukang sensor pada Koran yang ditempel di PM.
97.    Alif ingin menjadi wartawan Tempo.
98.    PM membebaskan muridnya menerima majalah dari luar negeri.
99.    Murid PM dilarang menonton TV.
100.    Alif dan kawan-kawannya ingin menonton Icuk Sugiarto dibabak semifinal dan final pada Piala Thomas secara langsung.
101.    Dulmajid berbicara kepada Ustad Torik agar diizinkan menonton pertandingan final bulu tangkis.
102.    Ustad Torik mengizinkan permintaan Dulmajid.
103.    Seluruh murid dan ustad berkumpul di aula untuk menonton pertandingan.
104.    Penonton tegang mengikuti jalannya pertandingan.
105.    Indonesia kalah melawan Malaisya.
106.    Semua murid berkumpul di aula.
107.    Kiai Rais membuka musim ujian.
108.    Kiai Rais member semangat kepada murid-muridnya.
109.    Semua murid bersemangat mengikuti ujian.
110.    Seluruh murid belajar untuk ujian.
111.    Kelemahan Alif adalah dalam bahasa Arab dan hafalan.
112.    Alif menambah ibadah shalat Tahajud untuk mempermudah ujiannya.
113.    Alif selalu begadang & belajar malam atau sahirul lail.
114.    Alif mengikuti ujian lisan.
115.    Alif mengikuti ujian tulisan.
116.    Ujian telah berakhir.
117.    Alif bersantai dengan kawan-kawannya.
118.    Alif menerima surat ketiga dari Randai.
119.    Randai bercerita tentang liburan dan kemenangannya dalam lomba deklamasi.
120.    Alif semakin iri dengan Randai.
121.    Sahibul menara berkumpul dibawah menara.
122.    Alif membaringkan diri menatap awan.
123.    Alif melihat awan seperti benua Amerika.
124.    Raja melihat awan seperti benua Eropa.
125.    Baso dan Atang melihat awan seperti benua Asia dan Afrika.
126.    Said dan Dulmajid lebih memilih Indonesia.
127.    Alif dan sahibul menara bermimpi suatu saat akan pergi ke Negara sesuai impian mereka masing-masing.
128.    Alif dan kelima kawannya mendapatkan nilai yang memuaskan.
129.    Alif dan Baso tidak pulang berlibur.
130.    Atang mengajak Alif dan Baso berlibur di Bandung bersamanya.
131.    Alif dan Baso menerima permintaan Atang.
132.    Tiga sahibul menara berlibur di Bandung.
133.    Atang meminta Alif dan Baso member kuliah pendek memakai bahasa Arab dan Inggris kepada Komunitas Islam dan Seni di Universitas Padjajaran.
134.    Alif membawakan pidato bahasa Inggris favoritnya.
135.    Atang memasukkan guyonan sunda pada pidatonya.
136.    Baso berpidato dengan lafaz Arabnya yang fasih.
137.    Pendengar terpukau menyaksikan pidato dari tiga orang dan tiga bahasa yang berbeda.
138.    Atang mengajak Alif dan Baso berkeliling Kota Bandung.
139.    Atang membawa Alif dan Baso mengunjungi tempat-tempat terkenal di Bandung.
140.    Said meminta Atang, Alif dan Baso dating ke Surabaya.
141.    Keluarga Said menjemput Atang, Alif dan baso dengan hangat.
142.    Said telah dijodohkan dengan seorang gadis yang berasal dari Arab.
143.    Said mengajak ketiga temannya melihat toko keluarganya di pasar Ampel.
144.    Said mengajak Atang, Alif dan Baso mencicipi makanan kesukaannya.
145.    Said mengajak Atang, Alif dan Baso keliling keberbagai objek wisata di Surabaya.
146.    Said, Atang, Alif dan baso menonton film terminator di Bioskop.
147.    Said, Atang, Alif dan baso kembali ke PM.
148.    Kurdi membawa berita baru kepada teman-temannya seusai liburan.
149.    Kurdi memberitahu teman-temannya bahwa ada gadis cantik di PM.
150.    Gadis itu bernama Sarah, anak dari Ustad Khalid.
151.    Seluruh murid PM membicarakan Sarah.
152.    Atang menantang Alif dapat berkenalan dengan Sarah.
153.    Kamar Alif terpilih menjadi bulis lail atau pasukan ronda malam.
154.    Said termasuk time lit Tapak Madani.
155.    Sebagai bulis lail mendapat keringanan tidur lebih awal.
156.    Setelah tidur dua jam, bulis lail tidak boleh tidur sampai subuh.
157.    Alif dan Dulmajid berjaga di pos pinggir sungai bambu.
158.    Jam 10 malam Alif dan Dulmajid tiba di lokasi.
159.    Alif dan Dulmajid mulai meronda.
160.    Alif dan Dulmajid bercerita tentang kelurganya.
161.    Ayah Dulmajid hanyalah seorang petani garam dengan pendapatan yang pas-pasan.
162.    Setelah lelah bercerita, Dulmajid mulai mengantuk.
163.    Setelah meminum kopi, Alif dan Dulmajid bercerita lagi tentang cita-cita masa depan.
164.    Alif dan Dulmajid tidak dapat menahan kantuk, mereka tertidur pulas.
165.    Tyson membangunkan  Alif dan Dulmajid.
166.    Alif mendengar suara orang berteriak dan bunyi kaki berlarian.
167.    PM dimasuki pencuri.
168.    Alif dan Dulmajid melawan sang pencuri.
169.    Pencuri berhasil ditangkap oleh Tim elit Tapak Madani
170.    Alif, Dulmajid dan Said mendapat piagam penghargaan dari kiai Rais atas dedikasi kepada PM.
171.    Alif menjalankan misinya untuk mewawancara Ustad Khalid.
172.    Ustad Khalid adalah pribadi yang mengasyikkan.
173.    Alif tidak bertemu Sarah.
174.    Alif begadang di percetakan kampus, menunggui cetakan yang memuat perjalanan hidup Ustad Khalid.
175.    Ustad Khalid menyukai laporan Alif.
176.    Alif dipanggil Ustad Torik ke Kantor Pengasuhan.
177.    Alif dipanggil Ustad Khalid kerumahnya minta tolong difoto keluarga.
178.    Alif sangat senang dapat bertemu dengan Sarah lagi.
179.    Alif mulai memfoto Ustad Khalid dan keluarga.
180.    Alif diajak bicara santai oleh Ibu Saliha.
181.    Alif berfoto bersama dengan kaluarga ustad Khalid.
182.    PM adalah lingkungan yang membuat orang yang tidak belajar menjadi aneh.
183.    Alif mendapat kiriman paket.
184.    Amak mengirimkan rendang buat Alif.
185.    Said mendapatkan kiriman sepasang sepatu bola.
186.    Musim ujian datang lagi.
187.    Alif dan semua kawan-kawannya sibuk belajar persiapan ujian.
188.    Ujian berjalan dengan lancer.
189.    Alif dan kawannya dapat menjawab soal lisan maupun tulisan.
190.    Said konsentrasi latihan sepak bola untuk Final Piala Madani.
191.    Hari jum’at setelah shalat ashar, lapangan sepak bola sudah dipenuhi oleh penonton.
192.    Kak Is memberi semangat kepada asrama Al-Barq agar menjadi juara.
193.    Asrama Al-Manar mengirim pemain-pemain yang tanggung, salah satunya Tyson.
194.    Pertandingan telah dimulai, asrama Al-Barq melawan asrama Al-Manar.
195.    Pertandingan berjalan ketat dan berat.
196.    Babak pertama ditutup dengan skor 2-2.
197.    Sampai babak kedua kedudukan tetap sama.
198.    Alif diminta untuk menggantikan pemain yang cedera.
199.    Alif bermain dengan sangat lincah.
200.    Al-Barq menjadi juara baru mengalahkan Al-manar sebagai juara bertahan.
201.    Beberapa hari Alif dirwat di puskesmas karena kakinya terluka.
202.    Alif dan kelima kawannya sahibul menara mendapatkan nilai yang memuaskan.
203.    Seluruh murid PM berkemas untuk pulang liburan bulan puasa dan lebaran.
Samudera Atlantik, Desember 2003
204.    Alif kaget mendengar suara merdu beraksen British menawarinya poci kopi dan poci teh.
205.    Alif tertidur selama 4 jam dalam penerbangan Wahington DC-London yang sangat nyaman.
206.    Alif akan terbang ke London menemui dua kawan lamanya ketika di PM dulu.
207.    Perempuan si rambut merah menawari Alif chocolate baklava, qatayef with cheese, dan Arabian ice cream with date.
208.    Alif memilih Arabian ice cream with date, dengan campuran kurma ajwa.
209.    Alif mengingat lagi kenangan dulu ketika ia di PM telah memasuki kelas 6.
210.    Alif telah memasuki kelas 6, kelas penentuan di PM.
211.    Kelas 6 adalah kelas paling bebas, paling berkuasa, tidak ada lagi manghukum, hukuman hanya dari ustad senior.
212.    Menjalang ujian, para murid mendapat jatah makanan yang istimewa.
213.    Alif dan kawan-kawannya pesta kurma.
214.    Para murid berbondong-bondong masuk ke aula.
215.    Kiai Rais memberi pengarahan bahwa kelas 6 mempunyai tugas yang sangat berat.
216.    Kelas 6 harus mempersiapkan pertunjukan besar Class Six Show.
217.    Kelas 6 juga harus bersiap menghadapi ujian akhir yang menantang.
218.    Selama di PM, Alif banyak mendapatkan pelajaran, terutama keikhlasan.
219.    PM memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mempraktikkan diri menjadi pemimpin.
220.    Said menjadi ketua tukang sensor.
221.    Raja menjadi tim penggerak bahasa.
222.    Alif disuruh memilih dari dua posisi yang ditawarkan oleh Ustad Torik yaitu: Penggerak Bahasa Pada Asrama Cordova dan Redaktur Majalah Syams.
223.    Atang menjadi Dewan Kesenian Pusat.
224.    Dulmajid menjadi salah seorang dari lima redaktur majalah syams.
225.    Baso menjadi Penggerak Bahasa Pusat.
226.    Alif lebih memilih bergabung dengan majalah syams.
227.    Alif mendapat lagi surat dari Randai.
228.    Randai mengabarkan kepada Alif bahwa ia telah diterima di Teknik Mesin ITB.
229.    Alif iri dengan Randai, semua yang didapatkan Randai adalah impian Alif juga.
230.    Alif dipanggil ke kantor KP.
231.    Alif dipercayakan menjadi Student Speaker di depan Mr. McGregor, Dubes Inggris.
232.    Alif terus berlatih untuk  persiapan menjadi student speaker.
233.    Alif tampil diatas podium dengan percaya diri.
234.    Duta Inggris memuji kepandaian Alif.
235.    Sejak kecil Alif suka menulis buku diary.
236.    Alif tertarik dengan dunia penulis dan wartawan.
237.    PM akan mengadakan syukuran akbar dengan judul “ Milad 70 tahun PM”.
238.    Alif menjadi wartawan Kilas 70.
239.    Hari-hari Alif dihabiskan dengan membuat berita.
240.    Alif mendapat tugas mewawancarai panglima ABRI Jendral Subono.
241.    Presiden RI akan datang ke PM.
242.    Alif dan kawan-kawannya akan menyelesaikan berita sebelum jam 12 malam.
243.    Presiden telah datang ke PM.
244.    Alif dan kawan-kawannya menjalankan misi mereka membuat Kilas 70 instant.
245.    Kilas 70 instant selesai.
246.    Presiden dan Kiai Rais merasa senang melihat hasil berita yang cukup memuaskan.
247.    Alif dan kawan-kawannya sedang mempersiapkan Class Six Show.
248.    Kelas 6 harus mempersembahkan pagelaran multi seni terhebat yang diproduksi kepada almamater tercinta.
249.    Kelas 6 rapat di aula membicarakan show mereka.
250.    Said membagi-bagi tugas kepada teman-temannya.
251.    Alif dan kawan-kawannya berlatih untuk pertunjukkan.
252.    Kelas 6 akan menampilkan tari, music, lawak, pantomime dan acrobat dalam pertunjukan mereka.
253.    Kelas 6 akan mempersembahkan drama kolosal kisah perjalanan keliling dunia Ibnu Batutah selama 30 tahun.
254.    Alif dan kawan-kawannya mempersiapkan alat-alat yang diperlukan untuk pentas.
255.    Atang, Said dan Alif pergi ke Surabay untuk mencari alat yang belum lengkap tanpa izin dari PM.
256.    Jum’at malam, penonton telah memenuhi aula.
257.    Pertunjukan dimulai.
258.    Penonton terpukau, Kiai Rais memuji penampilan mereka.
259.    Ustad Torik mengetahui kepergian Atang, Said dan Alif ke Surabaya.
260.    Atang, Said dan Alif dibotak kepalanya karena melanggar peraturan.
261.    Murid kelas 6 mempersiapkan diri untuk ujian.
262.    Baso terlihat murung.
263.    Baso mengeluarkan keluh kesahnya mengenai kelurganya kepada sahibul menara.
264.    Baso adalah seorang yatim piatu.
265.    Baso ingin pulang dan merawat neneknya.
266.    Keputusan Baso telah bulat bahwa dia akan pulang.
267.    Para sahibul menara melepas kepulangan Baso.
268.    Setelah kepergian Baso, Alif berfikir ingin mengikuti jejak Baso keluar dari PM, mengejar cita-cita lamanya.
269.    Alif mengirim surat kepada orang tuanya.
270.    Ayah datang menemui Alif.
271.    Ayah memberi motivasi kepada Alif.
272.    Alif menurungkan niatnya keluar dari PM.
273.    Seluruh kelas enam berkumpul di aula untuk mendengar petuah penting dari Kiai Rais.
274.    Seluruh kelas enam berpindah tempat ke aula untuk persiapan ujian akhir.
275.    Seluruh kelas enam belajar untuk persiapan ujian akhir ujian akhir.
276.    Waktu ujian telah datang.
277.    Alif menyelesaikan ujian lisan dan tulisan dengan baik. Sebulan penuh para siswa kelas enam telah berjuang.
278.    Ujian telah selesai.
279.    Para sahibul menara berkumpul dibawah menara.
280.    Baso mengirimkan surat kepada kawan-kawannya di PM.
281.    Baso mengabarkan bahwa dirinya kini sedang sbuk dengan kegiatan mengajar bahasa Arab dan menghapal Al-Qur’an.
282.    Akhirnya Alif dan sahibul menara lulus, mereka bersyukur dan bahagia.
283.    Alif dan kawan-kawannya mengikuti acara yudisium dan khutbah perpisahan.
284.    Kiai Rais memberi pesan-pesan kepada murid-muridnya yang telah lulus.
285.    Dipimpin Kiai Rais, seluruh murid berjabat erat dalam acara perpisahan.
286.    Kiai Rais memeluk Alif sambil memberikan pesan-pesan kepadanya.
287.    Para adik-adik memberikan ucapan selamat kepada seluruh murid kelas enam yang lulus.
288.    Sahibul menara berangkulan bersama.
289.    Alif tak kuasa menahan haru, kacamatanya berembun.
290.    Esok paginya, mereka berkemas dan menaiki bus meninggalkan PM.
291.    Alif terus menengok ke belakang, mengenang masa empat tahun silam ketika ia pertama kali masuk di PM dan kenangan bersama sahibul menara kampong diats awan.
London, Desember 2003   
292.    Alif sedang berada di Trafalgar Square, Amerika Serikat
293.    Alif  memperhatikan secara saksama sebuah menara granit
294.    Raja turun dari sebuah bus double decker
295.    Alif dan Raja bertemu setelah sebelas tahun berpisah
296.    Alif kembali memperhatikan sosok yan semakin mendekat, dan dia adalah Atang
297.    Alif dan Atang menginap di apartemen Raja
298.    Raja tinggal bersama istrinya
299.    Sepanjang malam Alif, Raja dan Atang bercerita tentang perjalanan mereka setelah lulus dari Pondok Madani
300.    Atang bercerita tentang Said yang kini menjadi pengusaha batik, Baso yang kuliah di Al-Azhar
301.    Meski sudah menuai sukses di negeri orang, mereka tetap merindukan tanah air dan ingin kembali.
302.    Dulu shahibul menara  hanya melukis imajinasinya di langit, namun kini semuanya telah jadi nyata. Jangan remehkan impian, karena Tuhan Maha Mendengar. Itulah pesan mereka.

4.2.2    Episodik
Awal    Transformasi    Akhir
Alif dari Maninjau    Mendaftar ke Pondok Madani    Merantau ke Jawa Timur
Belanja di Koperasi    Terlambat ke masjid    Di hukum
Sehat    Bermain bola    Cedera
Jadi wartawan majalah syams    Wawancara Ustad Khalid    Bertemu Sarah
Pergi ke Surabaya    Tidak meminta izin    Di gundul

4.2.3    Struktur Alur
4.2.3.1    Pengenalan
Awal cerita novel Negeri 5 Menara adalah ketika Alif yang lulus dari MTS, keinginannya begitu besar untuk masuk SMA dan menjadi seperti Habibie. Namun, keinginannya harus kandas karena orang tua Alif menginginkan Alif masuk di Madrasah Aliyah. Dengan setengah hati Alif memutuskan untuk merantau ke Jawa Timur dan masuk di Pondok Madani. Di PM Alif dengan kelima sahabatnya dan mendapat gelar Shahibul Menara.
4.2.3.2    Muncul Konflik
Konflik mulai muncul ketika Alif masih di kelas satu, hatinya mulai ikhlas masuk di Pondok Madani, namun surat dari Randai datang, dia menceritakan kepada Alif pengalamannya di SMA serta pretasi-prestasinya yang membuat Alif gusar dan kembali menggoyahkan hati Alif ingin pindah dari PM.
4.2.3.3    Klimaks
Klimaksnya adalah saat Randai mengirimkan kabar bahwa dia telah masuk di ITB, hati Alif semakin galau ditambah lagi satu shahibul menara telah keluar dari Pondok Madani, dia adalah Baso. Tekad Alif bulat untuk mengikuti jejak Baso dan ayah Alif pun harus datang untuk meyakinkan Alif agar tetap bertahan di PM.

4.2.3.4    Peleraian/Akhir
Ayah Alif berhasil meyakinkan Alif agar tidak keluar dari PM. Alif pun mengurungkan niatnya dan ia berkonsentrasi untuk persiapan ujian akhir. Dihari-hari terakhir Alif di PM ia habiskan untuk belajar agar lulus dan mendapatkan nilai yang baik.
Akhirnya Alif pun lulus dan kelima kawan-kawannya juga mendapatkan nilai yang baik. Dipimpin Kiai Rais seluruh siswa kelas enam mengadakan perpisahan. Kiai Rais menyampaikan pesan-pesan kepada anak didiknya. Seluruh Siswa berjabat erat menandai berakhirnya pendidikan mereka di PM, suasana haru tidak lepas dari acara tersebut bahkan banyak yang meneteskan air mata. Para Sahibul Menara saling berpelukan erat mengenang 4 tahun silam mereka merajut kebersamaan dan penuh kenangan, Atang tak sanggup menahan tangisnya, kacamata Alif pun berembun.
Esok paginya seluruh bus telah menunggu untuk mengantarkan para murid kelas enam kembali ke kampung halaman. Alif terus menatap ke belakang, menara masjid tetap menjulang gagah mengingatkan segala kenangan indah bersama Sahibul Menara. Itulah pemandangan pertama ketika Alif sampai empat tahun yang lalu di PM. Dan inilah pemandangan terakir yang Alif lihat di PM. Kampung di atas awan.
4.3    Latar
4.3.1    Latar Tempat
Latar tempat pada Novel Negeri 5 Menara adalah:
1.    Panggung aula Madrasah
2.    Langkan rumah
3.    Ruang tengah
4.    Kamar Alif
5.    Bukittinggi
6.    Bayur, kampung kecil yang permai.
7.    Kawasan danau Maninjau
8.    Merapi, kota Bukittinggi
9.    Jambi
10.    Kapal ferry
11.    Dermaga merak
12.    Terminal Ponorogo
13.    Hamparan sawah hijau
14.    Pondok Madani
15.    Rumah tembok putih berkusen hijau terang
16.    Dikamar calon pelajar
17.    Di aula untuk tes
18.    Di kelas
19.    Asrama Al-barq
20.    koperasi
21.    Masjid Jami’
22.    Di bawah menara PM
23.    Kantor Mahkamah Pusat
24.    Dapur umum
25.    Kantor pengasuhan
26.    Warung makan sate
27.    Gerbang asrama putrid
28.    Pelataran bioskop
29.    Lapangan sepak bola
30.    Lapangan bulutangkis
31.    Tangga masjid
32.    Kantin
33.    Lapangan hijau
34.    Dipinggir sungai
35.    Dikamar mandi
36.    Koridor asrama
37.    Depan aula
38.    Pelataran menara
39.    Bandung
40.    Rumah Atang
41.    Masjid Unpad
42.    Dago Pakar
43.    Gedung sate
44.    Took pakaian di Cihampelas
45.    Alun-alun
46.    Palasari
47.    Lembang
48.    Tangkuban perahu
49.    Kampus ITB
50.    Masjid Salman
51.    Rumah Said
52.    Kamar Said
53.    Pasar Ampel
54.    Rumah makan
55.    Tunjungan Plaza
56.    Jembatan Merah
57.    Kebun binatang
58.    Bioskop
59.    Pos, di pinggir sungai bambu
60.    Rumah Ustad Khalid
61.    Beranda rumah Ustad Khalid
62.    Taman belakang rumah Ustad Khalid
63.    Di depan kelas
64.    Tradisi di PM adalah berfoto bersama menjelang kenaikan kelas.
65.    Kelas Alif membuat spanduk dengan bahasa Perancis.
66.    Disamping rumah kiai Rais.
67.    Sebelah gedung sekertaris PM.
68.    Ditengah kamar.
69.    Di puncak gedung asrama
70.    Jumat sore
71.    Kantor majalah syams.
72.    Kantor baru didekat masjid.
73.    Apotek
74.    Sekeliling aula
75.    Studio foto
76.    Lapangan basket
77.    Di sudut kamar yang sepi

4.3.2    Latar Waktu
Latar tempat pada novel Negeri 5 Menara adalah:
1.    Sore itu pintu kayu kamar diketuk dua kali.
2.    Suara cempreng pubertasku memecah keheningan minggu pagi.
3.    Malam
4.    Sore menjelang ashar
5.    Subuh, suasana temaram, terang-terang tanah.
6.    Jam 4 subuh
7.    Jam 10 malam
8.    Jam 2 pagi
9.    Pagi
10.    Menjelang subuh
11.    Sebelum ashar
12.    Setelah isya
13.    Malam, menjadi bulis lail
14.    Tidur lebih awal jam tujuh malam
15.    Ronda malam
16.    Jumat sore
17.    Jam enam tepat
18.    Setelah subuh
19.    Jam 8 pagi
20.    Matahari pagi.
21.    Beberapa hari lagi
22.    Satu minggu kemudian
23.    15 hari
24.    Jam 6 pagi
25.    Setiap hari
26.    Hampir 3 jam
27.    Sebulan penuh
28.    Tinggal 2 minggu
29.    Seminggu sebelum hari H
30.    Jam 3 sore
31.    Lima jam
32.    Jam delapan malam
33.    Dua hari lalu
34.    Tiga hari kemudian

4.3.3    Latar Sosial Budaya
Latar budaya yang mayoritas adalah budaya jawa yang sangat mencolok dalam cerita dalam novel Negeri 5 Menera  karya Ahmad Fuadi. Karena Alif adalah Jawa khususnya di Surabaya. Tetapi budaya Sumetera yang merupakan budaya asli di Maninjau tidak dapat dilepas pisahkan dari novel ini, karena Alif sebagai tokoh utama adalah perantau dari Maninjau. Selain itu budaya barat juga ditampilkan dalam novel ini, yakni budaya Amerika karena Alif sedang berada di Kanada, Amerika Serikat.

4.4    Hal Menarik atau Nilai
Hal menrik/ nilai yang didapat dari novel Negeri 5 Menara adalah sebagai berikut:
1.    Pertemuan Alif dengan kelima sahabatnya dan mendapat gelar Shahibul Menara, kemudian mereka berlima melukiskan mimpi-mimpinya di awan.
2.    Alif yang mampu beradaptasi dengan Pondok Madani dan dalam hitungan bulan sudah mampu berkomunikasi dengan bahasa bahasa Arab dan Inggris.
3.    Alif diperycakan menjadi Studen Speaker dan mampu membawakan pidato di depan Dubes Inggris dengan apik dan memukau.
4.    Dengan semangat olahraganya yang tinggi, Alif dan tim sepak bola kelasnya mampu memenangkan Piala Madani.
5.    Dengan susah payah, Shahibul Menara berhasil membujuk Ustad Torik sehingga bisa menonton pertandingan final bulu tangkis Indonesia lawan Malaysia, padahal menonton TV di haramkan di PM.
6.    Alif yang semasa liburan pergi ke kampung Atang di Bandung merasa itu adalah liburan yang paling berkesan. Ia mendapat kepercayaan menjadi pemateri dan memberikan ceramaah dalam tiga bahasa bersama Atang dan Baso. Setelah puas berlibur di Bandung, Alif, Atang dan Baso pergi berlibur ke Surabaya tepatnya ke rumah Said yang merupakan Kampung Arab, ayah Said keturunan Arab, segala ornamen dan perabotan di rumahnya  bernuansa Arab, bahkan para pedagang di sekelilingnya banyak yang berasal dari Arab sehingga komunikasinya pun menggunakan Bahasa Arab.

BAB V
PENUTUP
5.1    Kesimpulan
Pada pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.    Tokoh cerita adalah individu rekaan yang mempunyai watak dan perilaku tertentu sebagai pelaku yang mengalami peristiwa dalam cerita. Tokoh terbagi menjadi beberapa macam seperti: tokoh utama, tokoh bawahan, tokoh datar, tokoh bulat, tokoh antagonis dan tokoh protagonist. Tokoh utama pada novel Negeri 5 Menara adalah Alif Fikri karena ia sebagai pelaku yang mengalami peristiwa dalam cerita. Sedangkan tokoh bawahan seperti Ayah Alif, Amak, Raja, Said, Atang, Baso, Dulmajid dan yang lainnya.
2.    Plot/alur adalah peristiwa kunci cerita dan logika yang menggabungkan peristiwa utama dengan peristiwa lainnya, yang berfungsi memperkuat peristiwa itu. Plot terbagi lagi menjadi sekuen, episodik dan struktur alur. Struktur alur terdiri atas pengenalan cerita, konflik, klimaks dan leraian atau penyelesaian. Dalam novel Negeri 5 Menara pengenalan cerita dimulai ketika Alif dengan keputusan setengah hati pergi ke Jawa Timur untuk bersekolah di Pondok Madani walaupun tidak sesuai keinginannya. Muncul konflik batin ketika Alif berkirim surat kepada Randai dan Randai menceritakan betapa indahnya bersekolah di SMA, seperti cita-cita mereka dulu. Tiba pada klimaks ketika Alif tidak lagi dapat menahan keinginannya untuk keluar dari PM dan masuk ke perguruan tinggi ITB seperti Randai, terlebih Baso salah satu Sahibul Menara yang telah pulang ke kampong halamannya. Dan penyelaesaiannya ketika Ayah datang ke PM dan memberi Alif kekuatan agar tetap bertahan di PM. Akhirnya ALif lulus dan meninggalkan Pondok Madani.
3.    Latar/setting adalah situasi, tempat, waktu serta sosial/ budaya yang terjadi dalam sebuah cerita. Latar atau tempat pada novel Negeri 5 Menara ini adalah di Padang, pinggir Danau Maninjau, di Jawa Timur tepatnya Pondok Madani tempat Alif menuntu ilmu.

5.2    Saran
Ada pun yang menjadi saran dari penulis adalah sebagai beikut:
1.    Penelitian ini butuh tindak lanjut yang lebih mendalam terutama dalam pengolahan data dan penggunaan teori yang akan digunakan demi sempurnnya tulisan ini.
2.    Kepada para pembaca semoga karya ini bermanfaat sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya dalam menganalisis karya sastra.










DAFTAR PUSTAKA
Fuadi, Ahmad. 2012. Negeri 5 Menara. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Nurgiantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadja Mada University Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.













BUNYI-BUNYI PADA SAJAK SONI FARID MAULANA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Puisi adalah kata yang sangat familiar dalam kehidupan sehari-hari, tetapi setiap kali diminta untuk menjelaskan pengertian puisi, sering kali dijumpai kesulitan. Banyak sekali ragam puisi sehingga rumusan pengertian puisi menjadi beragam pula. Pengertian puisi yang diterapkan pada bentuk puisi yang lain. Perumusan pengertian puisi itu sendiri tidaklah penting. Yang utama adalah mampu memahami dan menikmati puisi yang ada.
Secara etimologi, kata puisi berasal dari bahasa Yunani poeima ‘membuat’ atau poesis ‘pembuatan’ dan dalam Inggris poem atau poetry. Puisi diartikan membuat dan pembuatan karena lewat puisi pada dasarnya seseorang telah menciptakan dunia sendiri. Dunia itu berisi pesan atau suasana-suasana tertentu, baik fisik maupun nonfisik.
Menurut Caulay (dalam Aminuddin, 2002:134-135) puisi merupakan bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi. Seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna yang menggambarkan gagasan pelukisnya. Puisi menggunakan daya ilusi dan imajinasi yang mengungkapkan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat. Ilusi dan imajinasi yang membangun puisi merupakan kenyataan. Fakta social dan politik yang sedang terjadi dalam kurun waktu dan budaya tertentu. Sehingga, meskipun menggunakan daya ilusi dan imajinasi sebagai kekuatan penciptaannya, puisi tetap berpijak pada kenyataan social dan politik.
Salah satu elemen estetika paling penting dalam puisi adalah bunyi. Merupakan elemen puisi untuk menciptakan keindahan musik dan kekuatan ekspresif, untuk membangkitkan suasana dan memperdalam makna. Tanpa permainan bunyi, sebuah puisi kehilangan separuh nyawanya. Goenawan Mohamad mengatakan bahwa puisi tidak cuma kata, tak cuma kalimat. Ia juga nada, bunyi, bahkan keheningan.
Faktor permainan bunyi – selain semiotik dan ekstrinsik – merupakan salah satu faktor yang membuat puisi tidak mungkin bisa diterjemahkan. Hanya bisa disadur. Hanya bisa ditulis ulang ke dalam gaya bahasa penerjemahnya. Walau maknanya mungkin masih utuh, namun nilai rasanya bisa jadi tak lagi menyentuh.
Permainan bunyi meliputi asonansi dan aliterasi (pengulangan bunyi dalam kata berurutan), rima (persajakan) dan irama (tinggi rendah, panjang pendek dan keras lembut pengucapan).
Bahasa di dalam sajak pada hakikatnya adalah bunyi. Bunyi yang dirangkai dengan menggunakan pola tertentu, dengan mengikuti konvensi bahasa tertentu. Jika sebuah sajak dibacakan  maka yang pertama-tama yang tertangkap oleh telinga sesungguhnya adalah rangkaian bunyi. Hanya karena bunyi itu dirangkai dengan mengikuti konvensi bahasa, maka bunyi itu sekaligus mengandung makna.
Bunyi di dalam sajak memegang peranan penting. Tanpa bunyi yang ditata secara serasi dan apik, unsur kepuitisan di dalam sajak tidak mungkin dibangun. Dengan demikian, bunyi di dalam sajak memiliki peran ganda. Jika di dalam prosa-fiksi-bunyi berperan menentukan makna, maka didalam sajak, bunyi tidak hanya sekedar menentukan makna melainkan ikut menetukan nilai estetis sajak.
Peran ganda unsur bunyi di dalam sajak menempatkan aspek ini (bunyi) pada kedudukan yang penting. Bunyi begitu fungsional dan mendasar didalam penciptaan sajak. Sebelum sampai kepada unsur-unsur lain, maka lapis bunyi berperan terlebih dahulu. Jika unsur bunyi di dalam sajak tidak dimanfaatkan secara baik oleh penyair, maka tidak dapat diharapkan timbulnya suatu suasana dan pengaruh pada diri pembaca atau penikmat sajak ketika berhadapan dengan sajak yang diciptakan. Dengan demikian, sugesti dalam diri pembaca dan penikmat sajak juga tidak akan muncul.
Bunyi memang dapat menciptakan efek dan kesan. Bunyi mampu memberikan penekanan, dan dapat pula menimbulkan suasana tertentu. Mendengar bunyi jangkerik malam hari akan menimbulkan efek semakin terasa sepinya malam, suatu keheningan. Mendengar suara kicau burung yang bersahut-sahutan dipagi hari, akan membangkitkan suasana riang, sedangkan mendengar suara lolongan anjing di tengah malam akan menciptakan suasana mencekam yang membangkitkan bulu roma. Bunyi-bunyi yang berasal dari hewan tersebut secara konvensi bahasa manusia tidak dapat dipahami maknanya, tetapi dari suasana yang diciptakan dapat dirasakan kesannya. Dengan demikian, bunyi disamping sebagai hiasan yang dapat dirasakan kesannya. Dengan demikian, bunyi disamping sebagai hiasan yang dapat membangkitkan keindahan dan kepuitisan, juga ikut berperan membentuk suasana yang mempertajam makna. Bunyi sekaligus menimbulkan daya saran yang efektif dan memancing sugestif.
Bunyi erat hubungannya dengan unsur musikalitas. Bunyi vocal dan konsonan jika dirangkai dan disusun sedemikian rupa akan menimbulkan bunyi yang menarik dan berirama. Bunyi yang berirama ini menimbulkan tekanan tempo dan dinamik tertentu seperti layaknya bunyi music dan melodi.
Bunyi music inilah yang diharapkan dapat menimbulkan dan membangkitkan imajinasi, memberikan sugesti, serta menciptakan kepuitisan dan keindahan. Sajak berikut memanfaatkan unsur bunyi tertentu. Pemanfaatan bunyi konsonan pada akhir setiap baris sajak berikut ini menyarankan ‘sesuatu’ dan terasa begitu sugestif.
Soni Farid Maulana lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 19 Februari 1962. Lulus dari sebuah Sekolah Menengah Atas di kotanya, ia melanjutkan studinya dijurusan teater STSI Bandung. Dimasa mahasiswanya inilah Soni mulai menulis puisi. Soni banyak menulis tema kesepian dan kesunyian disamping tema-tema politik, masalah social, agama, tema-tema yang kerap muncul dalam puisinya dan menjadi koleksi dari kehidupan sehari-hari. Sejumlah puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda dan Jerman serta dipublikasikan dalam Anthology Of Winternachten Festival (Den Haag 1999) dan Orientierungen (2/2000, Universitat Bonn Jerman). Buku-bukunya yang telah diterbitkan adalah di luar mimpi/outside dreams (PT Gitamendia Multiprakarsa, 1997) and Kita Lahir Sebagai dongeng/we born as a Fairy Tale (Indonesia Tera, 2000). Karya-karyanya juga dimuat dalam sebuah Anthology, antara lain; Gelak  Esay dan Ombak Sajak/The Laughter Essay and the Wave Of Poem (Kompas 2001); Soni Farid Maulana sudah beberapa kali diundang membaca puisinya oleh dewan kesenian Jakarta dan tampil membacakan puisinya di taman Ismail Marzuki. Ia diunadang sebagai peserta pertemuan sastrawan Asia Tenggara di Queezoon City Filipina, 1990 dan The Winteema Chten Poetry Festival di Belanda 1999. Sejak 1989 ia bekerja sebagai wartawan kortan Pikiran Rakyat, Bandung.
Adapun puisi-puisi Soni Farid Maulana yang dikaji ada 5, yaitu: Diluar Mimpi, Kau, Literatur Seorang Buruh Pabrik di Tengah Gemuruh Kota Jakarta, Kubur Sunyi, dan Paris La Nuit.
1.2    Masalah
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah Bunyi Dalam Sajak-sajak Soni Farid Maulana.
1.3    Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Bunyi Dalam Sajak-sajak Soni farid Maulana.
1.4    Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Bunyi Dalam Sajak-sajak Soni Farid Maulana.
2.    Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Bunyi Dalam Sajak-sajak Soni Farid Maulana.








BAB II
KAJIAN TEORI
2.1    Pengertian Puisi
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
1.    Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
2.    Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
3.    Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
4.    Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
5.    Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
6.    Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.

Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.

Unsur-unsur Puisi
Berikut ini merupakan beberapa pendapat mengenai unsur-unsur puisi.
1.    Richards (dalam Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari (1) hakikat puisi yang melipuiti tema (sense), rasa (feeling), amanat (intention), nada (tone), serta (2) metode puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata nyata, majas, ritme, dan rima.
2.    Waluyo (1987) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik atau yang disebut pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa ungkapan batin pengarang.
3.    Altenberg dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan secara jelas tentang unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka bisa dilihat adanya (1) sifat puisi, (2) bahasa puisi: diksi, imajeri, bahasa kiasan, sarana retorika, (3) bentuk: nilai bunyi, verifikasi, bentuk, dan makna, (4) isi: narasi, emosi, dan tema.
4.    Dick Hartoko (dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi, yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur sintaksis menunjuk ke arah struktur fisik puisi.
5.    Meyer menyebutkan unsur puisi meliputi (1) diksi, (2) imajeri, (3) bahasa kiasan, (4) simbol, (5) bunyi, (6) ritme, (7) bentuk (Badrun, 1989:6).

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur puisi meliputi (1) tema, (2) nada, (3) rasa, (4) amanat, (5) diksi, (6) imaji, (7) bahasa figuratif, (8) kata konkret, (9) ritme dan rima. Unsur-unsur puisi ini, menurut pendapat Richards dan Waluyo dapat dipilah menjadi dua struktur, yaitu struktur batin puisi (tema, nada, rasa, dan amanat) dan struktur fisik puisi (diksi, imajeri, bahasa figuratif, kata konkret, ritme, dan rima). Djojosuroto (2004:35) menggambarkan sebagai berikut.

Berdasarkan pendapat Richards, Siswanto dan Roekhan (1991:55-65) menjelaskan unsur-unsur puisi sebagai berikut.

Struktur Fisik Puisi
Adapun struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.
1.    Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
2.    Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69) menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik)
3.    Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
4.    Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
5.    Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
6.    Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.

Struktur Batin Puisi
Adapun struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut.
1.    Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
2.    Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
3.    Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
4.    Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.


2.2    Bunyi Dalam Sajak
Bunyi dalam sajak adalah salah satu sarana kepuitisan disamping sarana lain.Sebagian keindahan sajak terletak pada bunyi.Bunyi mempunyai tenaga ekspresif, sementara nilai sebuah sajak sebagai karya seni yang kekuatannya terletak pada kekuatan ekspresi yang total dan tandas.Bunyi sajak tidak terlepas dari diksi.Bunyi sebagai sarana musikalitas dalam dalam sajak diciptakan dengan sadar.Bunyi yang muncul secara teratur dan berulang itu sebenarnya adalah kemampuan penyair secara sadar dalam mencari, menemukan, memilih, dan bahkan menciptakan kata-kata yang mempunyai persamaan atau pertentangan bunyi. Bunyi yang menetaskan unsure musikalitas sajak menimbulkan irama ritem. Irama sajak identik dengan intonasi, yaitu penempatan tekanan tertentu pada kata. Bunyi pada sajak tidak akan pernah melampaui bunyi yng dilambangkan dengan huruf.
1.    Irama
Irama adalah segala sesuatu yang mampu menimbulkan gerakan dalam sukma manusia yang teratur dan terpola.Irama sajak hanya dapat ditentukan oleh bunyi bunyi yang tersusun rapi, yang terpola serta suasana sajak. Membicarakan masalah irama, pada hakikatnya membicarakan permasalahan music juga. Soalnya, meskipun irama erat hubungannya dengan bunyi, irama tidak identik dengan bunyi itu sendiri. Irama bukan hanya sekedar bunyi belaka, tetapi lebih dari itu. Irama merupakan bunyi yang teratur, terpola, menimbulkan variasi bunyi, sehingga dapat menimbulkan suasana.
Dengan demikian, irama tidak hanya tercipta di dalam sajak dengan pola-pola bunyi yang teratur, namun juga oleh suasana yang tercipta. Suasana melankolis akan menyebabkan tempo lambat pada sajak tersebut. Suasana meledak-ledak akan menyebabkan tekanan dinamik tinggi.
2.    Kakafoni dan efoni
Efoni adalah bunyi yang menyenangkan dapat memperlancar penguapan, ia bersifat musical. Sedangkan kakafoni adalah bunyi bunyi parau yang tidak menyenangkan, serta tidak musical. Pemakaian atau penciptaan rima, aliterasi, dan asonasi oleh penyair bertujuan untuk menimbulkaan efek efoni. Sebaliknya pemakaian atau penciptaan bunyi bunyi berat, kasar, dan tidak musikalitas bertujuan untuk menimbulkan efek kakafoni. Kombinasi bunyi bunyi merdu , biasanya digunakan untuk menimbulkan kesan indah, damai, perasaan senang, kasih sayang, cinta, mesra,  dan lain lain. Secara teoritis, kesan buram timbul karena bunyi yang dirangkaikan berasal dari konsonan tak bersuara seperti /k/, /p/, /t/, /s/. penggunaan bunyi konsonan tersebut menciptakan perasaan jiwa yang tertekan, gelisah, bahkan yang memuakkan. Karena menggambarkan perasaan yang demikian, akibatnya yang muncul adalah kesan suasana buram.
Kesan suasana cerah muncul karena bunyi-bunyi yang dirangkaikan berasal dari bunyi vocal serta konsonan bersuara. Kesan ini juga dapat dihadirkan dengan memanfaatkan bunyi sengau yang dirangkai sedemikian rupa. Bunyi sengau itu ditata sehingga menimbulkan kesan merdu dan enak didengar.
3.    Anomatope
Menurut Kridalaksana (1982), onomatope sdalah penamaan benda atau perbuatan dengan peniruan bunyi yang dikloasiasikan dengan benda atau perbuatan.
Istilah anomatope menurut Kamus Besar istilah Sastra (Sudjiman, 1984:54) adalah penggunaan kata yang mirip dengan bunyi atau suara yang dihasilkan oleh barang, gerak, atau orang. Istilah lain dari anomatope aini adalah tiruan bunyi.
Seperti diungkapkan di atas, peniruan bunyi itu dapat dilakukan atau dihasilkan oleh barang, maka “kleneng genta”, “gemericik air pancuran”, “desau angin”, “derap langkah kuda” atau “kukuruyuk”, “cicit”, adalah anomatope. Penggunaan tiruan bunyi seperti hal diatas, sering ditemukan di dalam sajak.
4.    Aliterasi dan Asonansi
Aliterasi adalah pengulangan bunyi dalam satu rangkaian kata kata yang berdekatan, dalam satu baris, berupa bunyi konsonan. Sedangkan asonansi adalah bunyi vocal. Keduanya baru disebut aspek bunyi yang penting, kalau muncul keduanya secara terpola dan dominan. Aliterasi dan asonansi berfungsi untuk menimbulkan kesan tertentu dan bahkan merupakan style bagi seorang penyair.
Pengulangan bunyi konsonan yang sama disebut aliterasi. Pengulangan bunyi yang dapat dikategaorikan pada bunyi aliterasi adalah pengulangan bunyi secara dominan.
Halnya sama dengan aliterasi, asonansi adalah pengulangan bunyi-bunyi vokal. Efek yang muncul dari pemanfaatan bunyi vokal secara berulang ini adalah kemerduan bunyi.
5.    Anaphora dan epifora
Anafora ialah pengulangan bunyi, kata, atau struktur sintaksis pada larik larik atau kalimat kalimat yang berurutan untuk memperoleh efek tertentu(Kridalaksana,1982). Sedangkan menurut Shipley (1985) ialah suatu ulangan pola bunyi diawal baris. Pada anafora yang ditekankan adalah persamaan atau pengulangan kata, dan persamaan bunyi, serta persamaan struktur atau susunan kata. Epifora ialah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata atau frasa pada akhir baris atau kalimat berurutan. Majas epifora merupakan majas repetisi atau perulangan yang cara melukiskannya dengan menempatkan kata atau kelompok kata yang sama di belakang baris dalam bentuk puisi secara berulang (Suprapto, 1991 : 27).

BAB III
METODE DAN JENIS PENELITIAN
3.1    Jenis Penelitian
    Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan.karena objek penelitian ini berupa puisi karya Soni Farid Maulana, dengan menekankan analisis pada kajian bahasa bermajas dengan data-data yang diambil berupa bahan-bahan atau referensi yang mendukung seperti buku, dan internet. Adapun metode yang digunakan adalah metode deskriptif, karena tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan bunyi-bunyi dalam sajak yang terdapat dalam puisi Soni Farid Maulana.
3.2    Data dan Sumber Data
3.2.1    Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tulisan yakni sajak-sajak milik Soni Farid Maulana yang terdapat dalam kumpulan puisi Horison.
3.2.2    Sumber Data
Data dalam penelitian ini bersumber dari kumpulan puisi Horison.
3.3    Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik yang digunakan yang sesuai dengan metode dalam penelitian ini adalah:
1.    Teknik baca, yaitu proses pengambilan data dengan menggunakan puisi-puisi karya Soni Farid Maulana.
2.    Teknik catat, yaitu digunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap perlu pada saat pengambilan data.

3.4    Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan dalam menganalisis data adalah teknik struktural. Yang dimaksud dengan struktur disini adalah mencakup analisa tentang bahasa bermajas dalam sajak-sajak Soni Farid Maulana. Penelitian ini bersifat deskriptif sehingga berdasarkan analisis ini diperoleh pemahaman mengenai bunyi-bunyi yang dominan dalam puisi tersebut.







BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
    Adapun puisi-puisi Soni Farid Maulana yang dikaji adalah sebagai berikut:
Diluar mimpi
Kelak jiwaku yang dalam
Tak punya lagi bayangan jika berjalan
Di bawah matahari atau terang lampu;
Jiwaku adalah sinar itu sendiri.

Pada baris dan bait puisi yang kau tulis
Akan kau kenal dengan baik suaraku;
Bagaimana aku menembang juga menimbang
Kesepian, kesunyian, dan kesendirian

Jadi larik-larik hujan yang turun sore hari
Dengan amat lembutnya. Larik-larik itu diam-diam
Menumbuhkan benih kerinduan dalam dadamu

padaku. Lalu bagai dentang lonceng pagi
Kesepian, kesunyian, dan kesendirian; tanpa ragu
Mengguncang ranjangmu dari balik jendela.

Kau
Memang di musim salju
Tak ada bunga kuncup walau sepucuk
Tapi di dasar kalbuku; kau setangkai angkuli
Mekar sudah.

Malam hanya angin dingin
Mengetuk-ngetuk jendela kamarku,
Menggigilkan pepohonan. Tapi bara
yang kau taruh dalam hatiku; berkobar

Menjelma api, menghangatkan pikir dan rasa
Mencairkan gairah hidupku yang nyaris beku
Sepadat baku. Dilain waktu kau adalah arus air

Mendenyutkan sungai yang dikerontangkan
Terik matahari. Kau arah yang kutuju
Bebas dari kehancuran.

2001

Seorang Buruh Pabrik di Tengah Gemuruh Kota Jakarta
Tuhan Yang  Maha Pemurah telah kuhayati lembaran koran kuning
Di tengah gemuruh Kota Jakarta, memberikan seribu kemungkinan
Padaku untuk bunuh diri
Setelah berita gerak beton dan baja dan film dan video kaset
Semakin menggesitkan pacarku jadi pelacur jalan.

Kota terus mengusik benakku. Menumbuhkan pikiran tanpa hati
membentang keasinganku. Akan hidup. Akan bahasa
kupelihara warna pakaian
Status dan kehormatan menjelma kuburan tanpa kembang kambung.

Tuhan Yang Maha Bijaksana sepanjang jalanku, matahari berkobar
Pabrik-pabrik terus menderu. Tanpa henti memeras rasa gula
dari tebuh jiwaku. Lihat, kengerian yang tumbuh dalam bola mataku
Beribu singa yang lapar mengaung sepanjang tanah perburuan
Hingga darah, dendam dan dengki sakti menggemerincingkan ajal
Karna yanga tak perna berubah rupa bungkus sejarah moyangku!

Aku tersedu. Aku seru keseimbangan cakrawala
Suaraku terlintas radio bernyanyi. Terlintas kemiskinan ya ng tetap
Menjadi warna hidupku. Keserakahan terus merampokku
Sampah ruhaniku yang berlumur cinta pun: berontak, menggeserkan
Batu-batu, yang diam dan angkuh di dasar kali kehidupan.

Kubur Sunyi
Setiap hari kita selalu bercakap
Tentang anak-anak, rumpun mawar, juga posisi
Ranjang yang diubah letaknya
Semua keriangan tersendiri bagi kita.

Sungguh tak terlintas dalam percakapan kita
Pada suatu hari nanti
Raga ini bakal berpisah dengan nyawa.
Berpisah bagai bb  yang dicopat dan tubuhmu
Dan dilempar begitu saja
Kelantai yang kotor dan berdebu.

Percakapan kita tentang kanak-kanak
Rumpun mawar, juga posisi ranjang
Yang diubah letaknya:
Akan jadi kubur sunyi bagi jiwa
yang di tinggalkan.

Paris La Nuit
Dua jam yang lalu
Di Brasserie Lipp sambil minum anggur
Kutunggu Charles Baudclaire,
Ia tak kunjung datang dari negeri kelam.
Omongan balau, asap rokok,
Juga sebaris imaji yang liar melintas di situ.
Dalam beranjak tua mengenakan mantelnya
Dengan hitam bergaris angin musim dingin.

Sepanjang Saint-Germain
Lampu menyala. Kata dan lagu asing
Menyerbu pendengaranku.
Cahaya bulan dan bintang disapu kabut.
Langkah kakiku terasa penat, naik terun
Menandakan nilai-nilai berduri maut.

Sebab hidup mengalir ke hilir
Sebab bahagia dan derita tipis batasnya
Sekali lagi dalam hawa yang dingin
Kuteguk anggur merah.
Perlahan dan sangan perlahan di hadapan
Terbang dunia tak di kenal membuka
Cahayannya lebih sunyi dari seribuh lampu
Yang menyala sepanjang Saint-Germain
Manusia lalu di sana, seperti katamu,
Menyebrangi hutan lambang.

4.2    Pembahasan
4.2.1 Puisi Pertama “Diluar Mimpi”
Diluar mimpi
Kelak jiwaku yang dalam
Tak punya lagi bayangan jika berjalan
Di bawah matahari atau terang lampu;
Jiwaku adalah sinar itu sendiri.
   
Pada baris dan bait puisi yang kau tulis
Akan kau kenal dengan baik suaraku;
Bagaimana aku menembang juga menimbang
Kesepian, kesunyian, dan kesendirian

Jadi larik-larik hujan yang turun sore hari
Dengan amat lembutnya. Larik-larik itu diam-diam
Menumbuhkan benih kerinduan dalam dadamu

padaku. Lalu bagai dentang lonceng pagi
Kesepian, kesunyian, dan kesendirian; tanpa ragu
Mengguncang ranjangmu dari balik jendela.

1997   

1.    Irama
        Pada puisi Soni Farid Maulana yang berjudul Diluar Mimpi Irama yang dimaksudkan hadir pada saat puisi itu sedang dibacakan atau dilantunkan dalam bentuk musical, namun saat masih dalam bentuk tulisan irama belum tercipta. Jadi, bunyi irama pada puisi yang berjudul Diluar Mimpi tidak tercipta.
2.    Kakafoni dan Efoni
        Puisi Diluar Mimpi karya Soni semua kata dan setiap barisnya menggunakan bunyi-bunyi Efoni, seperti:
Kelak jiwaku yang dalam (efoni)
Tak punya lagi bayangan jika berjalan (efoni)
Di bawah matahari atau terang lampu;(efoni)
Jiwaku adalah sinar itu sendiri.(efoni)
       
Pada baris dan bait puisi yang kau tulis (efoni)
Akan kau kenal dengan baik suaraku; (efoni)
Bagaimana aku menembang juga menimbang (efoni)
Kesepian, kesunyian, dan kesendirian

Jadi larik-larik hujan yang turun sore hari (efoni)
Dengan amat lembutnya. Larik-larik itu diam-diam (efoni)
Menumbuhkan benih kerinduan dalam dadamu (efoni)

padaku. Lalu bagai dentang lonceng pagi (efoni)
Kesepian, kesunyian, dan kesendirian; tanpa ragu (efoni)
Mengguncang ranjangmu dari balik jendela. (efoni)

Puisi diatas, bunyi dan maknanya menunjukkan bunyi-bunyi efoni karena merupakan bunyi yang menggambarkan kelembutan dan kasih sayang. Misalnya: Dengan amat lembutnya. Larik-larik itu diam-diam menumbuhkan benih kerinduan dalam dadamu. Dalam puisi ini tidak terdapat bunyi kakafoni karena bunyi dan maknanya tidak menggambarkan suasana keburukan,  tidak menyenangkan, kacau balau, dan lain-lain.

3.    Anomatope
Pada puisi diatas, tidak terdapat bunyi-bunyi anomatope yang berupa bunyi tiruan binatang, benda atau manusia.

4.    Aliterasi
Puisi diatas tidak terdapat pengulangan huruf-huruf konsonan, karena penulis tidak menghadirkan pendekatan aliterasi didalamnya.
5.    Asonansi
Puisi diatas terdapat bunyi berulang asonansi yang mengulang huruf vocal yaitu a, contohnya: bayangan jika berjalan, ketiga kata tersebut terdapat huruf vocal a.

6.    Anaphora dan epifora
        Puisi karangan Soni diatas tidak memanfaatkan bunyi-bunyi anaphora dan epifora dimana bunyi anaphora adalah bunyi sajak yang berulang-ulang dalam bentuk linguistik yang sama yang berada diawal larik, sedangkan bunyi epifora bunyi ulang yang mengulang bunyi linguistik diakhir larik.
4.2.2 Puisi kedua “Kau”
Kau
Memang di musim salju
Tak ada bunga kuncup walau sepucuk
Tapi di dasar kalbuku; kau setangkai angkuli
Mekar sudah.

Malam hanya angin dingin
Mengetuk-ngetuk jendela kamarku,
Menggigilkan pepohonan. Tapi bara
yang kau taruh dalam hatiku; berkobar

Menjelma api, menghangatkan pikir dan rasa
Mencairkan gairah hidupku yang nyaris beku
Sepadat baku. Dilain waktu kau adalah arus air

Mendenyutkan sungai yang dikerontangkan
Terik matahari. Kau arah yang kutuju
Bebas dari kehancuran.
1.    Irama
        Seperti pada puisi pertama, puisi kedua ini pun tidak menggunakan bunyi irama karena pada hakikatnya berbicara masalah irama sama saja berbicara masalah music juga, jadi pada puisi ini tidak menggunakan pendekatan bunyi irama.
2.    Kakafoni dan efoni
        Pada puisi Soni Farid Maulana yang berjudul “Kau” terdapat bunyi-bunyi efoni dan kakafoni, seperti dibawah ini:
Memang di musim salju (efoni)
Tak ada bunga kuncup walau sepucuk (kakafoni)
Tapi di dasar kalbuku; kau setangkai angkuli (efoni)
Mekar sudah. (kakafoni)

Malam hanya angin dingin (efoni)
Mengetuk-ngetuk jendela kamarku, (seimbang)
Menggigilkan pepohonan. Tapi bara (efoni)
yang kau taruh dalam hatiku; berkobar (efoni)

Menjelma api, menghangatkan pikir dan rasa (efoni)
Mencairkan gairah hidupku yang nyaris beku (efoni)
Sepadat baku. Dilain waktu kau adalah arus air (efoni)

Mendenyutkan sungai yang dikerontangkan (efoni)
Terik matahari. Kau arah yang kutuju (efoni)
Bebas dari kehancuran. (efoni)

        Puisi diatas lebih cenderung menggunakan bunyi-bunyi efoni, akan tetapi ada beberapa bait yang menggunakan bunyi kakafoni, seperti:
Tak ada bunga kuncup walau sepucuk
Mekar sudah
        Penggalan puisi diatas menggunakan bunyi kakafoni akan tetapi bermakna efoni karena menunjukkan suatu keadaan yang menyenangkan. Selain itu ada juga baris yang seimbang bunyinya yaitu kakafoni dan efoni, seperti: Mengetuk-ngetuk jendela kamarku, bait puisi ini menggunakan bunyi efoni dan kakafoni akan tetapi maknanya adalah efoni, jadi bunyi baris puisi tersebut adalah efoni.
3.    Anomatope
        Pada puisi diatas yang berjudul “Kau” tidak terdapat bunyi anomatope karena penulis tidak menghadirkan tiruan-tiruan bunyi binatang, tumbuhan ataupun manusia.
4.    Aliterasi dan asonansi
        Pada puisi “Kau” karya Soni Farid Maulana ada beberapa baris puisi yang menggunakan bunyi secara berulang-ulang, seperti: kuncup walau sepucuk, Mengetuk-ngetuk jendela kamarku, kutipan baris puisi disamping merupakan bunyi asonansi karena mengulang bunyi-bunyi vocal u. Sedangkan baris-baris yang lain pada puisi “Kau” tidak terdapat bunyi-bunyi aliterasi yaitu pengulangan bunyi-bunyi konsonan.
5.    Anaphora dan epifora
        Pada puisi  karya Soni Farid Maulana diatas yang berjudul “Kau” tidak  terdapat bunyi-bunyi anaphora maupun epifora karena tidak terdapat pengulangan bunyi dalam bentuk kata yang sama pada awal larik maupun akhir larik.

4.2.3 Puisi ketiga “Seorang Buruh Pabrik di Tengah Gemuruh Kota Jakarta”
Seorang Buruh Pabrik di Tengah Gemuruh Kota Jakarta
Tuhan Yang  Maha Pemurah telah kuhayati lembaran koran kuning
Di tengah gemuruh Kota Jakarta, memberikan seribu kemungkinan
Padaku untuk bunuh diri
Setelah berita gerak beton dan baja dan film dan video kaset
Semakin menggesitkan pacarku jadi pelacur jalan.

Kota terus mengusik benakku. Menumbuhkan pikiran tanpa hati
membentang keasinganku. Akan hidup. Akan bahasa
kupelihara warna pakaian
Status dan kehormatan menjelma kuburan tanpa kembang kambung.

Tuhan Yang Maha Bijaksana sepanjang jalanku, matahari berkobar
Pabrik-pabrik terus menderu. Tanpa henti memeras rasa gula
dari tebuh jiwaku. Lihat, kengerian yang tumbuh dalam bola mataku
Beribu singa yang lapar mengaung sepanjang tanah perburuan
Hingga darah, dendam dan dengki sakti menggemerincingkan ajal
Karna yanga tak perna berubah rupa bungkus sejarah moyangku!

Aku tersedu. Aku seru keseimbangan cakrawala
Suaraku terlintas radio bernyanyi. Terlintas kemiskinan ya ng tetap
Menjadi warna hidupku. Keserakahan terus merampokku
Sampah ruhaniku yang berlumur cinta pun: berontak, menggeserkan
Batu-batu, yang diam dan angkuh di dasar kali kehidupan.


1.    Irama
Seperti pada puisi sebelumnya, puisi kedua ini pun tidak menggunakan bunyi irama karena pada hakikatnya berbicara masalah irama sama saja berbicara masalah music juga, jadi pada puisi ini tidak menggunakan pendekatan bunyi irama.
2.    Kakafoni dan efoni
Pada puisi Soni Farid Maulana yang berjudul “Seorang Buruh Pabrik di Tengah Gemuruh Kota Jakarta” banyak menggunakan huruf-huruf efoni, seperti di bawah ini:
Tuhan Yang  Maha Pemurah telah kuhayati lembaran koran kuning (efoni)
Di tengah gemuruh Kota Jakarta, memberikan seribu kemungkinan (efoni)
Padaku untuk bunuh diri (efoni)
Setelah berita gerak beton dan baja dan film dan video kaset (efoni)
Semakin menggesitkan pacarku jadi pelacur jalan. (efoni)

Kota terus mengusik benakku. Menumbuhkan pikiran tanpa hati (efoni)
membentang keasinganku. Akan hidup. Akan bahasa (efoni)
kupelihara warna pakaian (efoni)
Status dan kehormatan menjelma kuburan tanpa kembang kambung. (efoni)

Tuhan Yang Maha Bijaksana sepanjang jalanku, matahari berkobar (efoni)
Pabrik-pabrik terus menderu. Tanpa henti memeras rasa gula (efoni)
dari tebuh jiwaku. Lihat, kengerian yang tumbuh dalam bola mataku (efoni)
Beribu  Singa yang lapar mengaung sepanjang tanah perburuan (efoni)
Hingga darah, dendam dan dengki sakti menggemerincingkan ajal (efoni)
Karna yanga tak perna berubah rupa bungkus sejarah moyangku! (efoni)

Aku tersedu. Aku seru keseimbangan cakrawala (efoni)
Suaraku terlintas radio bernyanyi. Terlintas kemiskinan yang tetap (efoni)
Menjadi warna hidupku. Keserakahan terus merampokku (efoni)
Sampah ruhaniku yang berlumur cinta pun: berontak, menggeserkan (efoni)
Batu-batu, yang diam dan angkuh di dasar kali kehidupan. (efoni)

Semua bunyi-bunyi diatas menunjukkan bunyi-bunyi efoni akan tetapi maknanya menunjukkan makna kakafoni karena dalam puisi tersebut tergambar suasana yang berantakan, suram dan yang lainnya, contohnya:  Suaraku terlintas radio bernyanyi. Terlintas kemiskinan yang tetap menjadi warna hidupku. Keserakahan terus merampokku. Kutipan disamping menggambarkan suasana hati seseorang yang miskin, menderita, dan serakah. Oleh karenanya puisi masih kontradiksi.
3.    Anomatope
Pada puisi Soni Farid Maulana diatas terdapat pemanfaatan bunyi anomatope, yaitu tiruan bunyi singa, contohnya: Singa yang lapar mengaung sepanjang tanah perburuan. Peniruan bunyi pada bait ke-4 tersebut mengundang imajinasi pembaca kepada suasana yang kejam seperti kekejaman Singa yang sedang mengaung ketika sedang lapar, begitulah penulis menggambarkan suasana Kota Jakarta. Suasana ternyata dengan mudah diciptakan dengan pemanfaatan bunyi-bunyi yang tepat seperti pemanfaatan bunyi anomatope.
4.    Aliterasi
Pada puisi diatas tidak memanfaatkan bunyi aliterasi, yaitu pengulangan bunyi konsonan.
5.    Asonansi
Puisi diatas penulis menghadirkan bunyi asonansi yaitu pengulangan bunyi vocal, seperti: Tuhan Yang Maha Bijaksana sepanjang jalanku, matahari berkobar. Penggalan puisi disamping memanfaatkan pengulangan vocal a, akan tetapi puisi diatas tidak dominan menggunakan pendekatan bunyi asonansi.
6.    Anaphora dan epifora
Pada puisi diatas tidak terdapat pengulangan bunyi kata yang sama diawal larik, akan tetapi terdapat pengulangan bunyi kata yang sama diakhir larik, seperti: membentang keasinganku. Akan hidup. Akan bahasa, penggalan puisi disamping disebut epifora karena mengulang kata akan diakhir larik.

4.2.4 Puisi ke-empat “Kubur Sunyi”
Kubur Sunyi
Setiap hari kita selalu bercakap
Tentang anak-anak, rumpun mawar, juga posisi
Ranjang yang diubah letaknya
Semua keriangan tersendiri bagi kita.

Sungguh tak terlintas dalam percakapan kita
Pada suatu hari nanti
Raga ini bakal berpisah dengan nyawa.
Berpisah bagai bb  yang dicopat dan tubuhmu
Dan dilempar begitu saja
Kelantai yang kotor dan berdebu.

Percakapan kita tentang kanak-kanak
Rumpun mawar, juga posisi ranjang
Yang diubah letaknya:
Akan jadi kubur sunyi bagi jiwa
yang di tinggalkan.

1.    Irama
Seperti pada puisi sebelumnya, puisi kedua ini pun tidak menggunakan bunyi irama karena pada hakikatnya berbicara masalah irama sama saja berbicara masalah music juga, jadi pada puisi ini tidak menggunakan pendekatan bunyi irama.
2.    Kakafoni dan efoni
Pada puisi Soni Farid Maulana yang berjudul “kubur sunyi” lebih dominan menggunakan bunyi efoni, seperti dibawah ini:
Setiap hari kita selalu bercakap (efoni)
Tentang anak-anak, rumpun mawar, juga posisi (efoni)
Ranjang yang diubah letaknya (efoni)
Semua keriangan tersendiri bagi kita. (efoni)

Sungguh tak terlintas dalam percakapan kita (efoni)
Pada suatu hari nanti (efoni)
Raga ini bakal berpisah dengan nyawa. (efoni)
Berpisah bagai bb  yang dicopat dan tubuhmu (efoni)
Dan dilempar begitu saja (efoni)
Kelantai yang kotor dan berdebu. (efoni)

Percakapan kita tentang kanak-kanak (efoni)
Rumpun mawar, juga posisi ranjang (efoni)
Yang diubah letaknya: (efoni)
Akan jadi kubur sunyi bagi jiwa (efoni)
yang di tinggalkan. (efoni)
Puisi diatas semua lariknya menggunakan bunyi efoni akan tetapi ada beberapa larik yang bunyinya efoni akan tetapi maknanya kakafoni, contohnya sebagai berikut:
 Raga ini bakal berpisah dengan nyawa. (efoni)
Berpisah bagai bb  yang dicopat dan tubuhmu (efoni)
Dan dilempar begitu saja (efoni)
Kelantai yang kotor dan berdebu. (efoni)
Penggalan puisi diatas bermakna efoni karena menggambarkan suasana yang kurang baik. Jadi pada puisi Soni Farid Maulana yan berjudul “Kbur Sunyi” ini masih kontradiksi antara bunyi dan makna.
3.    Anomatope
Puisi karya Soni Farid Maulana di atas tidak menggambarkan adanya bunyi anomatope karena tidak terdapat bunyi-bunyi tiruan benda, binatang atau manusia.
4.    Aliterasi
Pada puisi Soni Farid Maulana di atas yang berjudul “Kubur Sunyi”  tidak terdapat bunyi-bunyi aliterasi karena di dalamnya tidak ada pengulangan bunyi-bunyi konsonan.
5.    Asonansi
Sama seperti aliterasi, pada puisi Soni Farid Maulana juga tidak terdapat bunyi-bunyi asonansi karena di dalamnya tidak ada pengulangan bunyi-bunyi vocal.
6.    Anaphora dan epifora
Puisi karya Soni Farid Maulana yang berjudul “Kubur Sunyi” tidak terdapat bunyi anaphora dan epifora karena didalamnya tidak ada pengulangan bunyi dalam bentuk kata atau bentukan linguistic pada awal dan akhir paragraph.

4.2.5 Puisi kelima “Paris La Nuit”
Paris La Nuit
Dua jam yang lalu
Di Brasserie Lipp sambil minum anggur
Kutunggu Charles Baudclaire,
Ia tak kunjung datang dari negeri kelam.
Omongan balau, asap rokok,
Juga sebaris imaji yang liar melintas di situ.
Dalam beranjak tua mengenakan mantelnya
Dengan hitam bergaris angin musim dingin.

Sepanjang Saint-Germain
Lampu menyala. Kata dan lagu asing
Menyerbu pendengaranku.
Cahaya bulan dan bintang disapu kabut.
Langkah kakiku terasa penat, naik terun
Menandakan nilai-nilai berduri maut.

Sebab hidup mengalir ke hilir
Sebab bahagia dan derita tipis batasnya
Sekali lagi dalam hawa yang dingin
Kuteguk anggur merah.
Perlahan dan sangan perlahan di hadapan
Terbang dunia tak di kenal membuka
Cahayannya lebih sunyi dari seribuh lampu
Yang menyala sepanjang Saint-Germain
Manusia lalu di sana, seperti katamu,
Menyebrangi hutan lambang.

1.    Irama
Seperti pada puisi sebelumnya, puisi karya Soni Farid Maulana yang berjudul “Paris La Nuit” ini pun tidak menggunakan bunyi irama karena pada hakikatnya berbicara masalah irama sama saja berbicara masalah music juga, jadi pada puisi ini tidak menggunakan pendekatan bunyi irama.
2.    Kakafoni dan efoni
Pada puisi karya Soni Farid Maulana yang berjudul “Paris La Nuit” cenderung menggunakan bunyi-bunyi efoni, seperti dibawah ini:
Dua jam yang lalu (efoni)
Di Brasserie Lipp sambil minum anggur (efoni)
Kutunggu Charles Baudclaire, (efoni)
Ia tak kunjung datang dari negeri kelam. (efoni)
Omongan balau, asap rokok, (kakafoni)
Juga sebaris imaji yang liar melintas di situ. (efoni)
Dalam beranjak tua mengenakan mantelnya (efoni)
Dengan hitam bergaris angin musim dingin. (efoni)

Sepanjang Saint-Germain (efoni)
Lampu menyala. Kata dan lagu asing (efoni)
Menyerbu pendengaranku. (efoni)
Cahaya bulan dan bintang disapu kabut. (efoni)
Langkah kakiku terasa penat, naik terun (efoni)
Menandakan  nilai-nilai berduri maut. (efoni)

Sebab hidup mengalir ke hilir  (efoni)
Sebab bahagia dan derita tipis batasnya (efoni)
Sekali lagi dalam hawa yang dingin (efoni)
Kuteguk anggur merah. (kakafoni)
Perlahan dan sangan perlahan di hadapan (efoni)
Terbang dunia tak di kenal membuka (efoni)
Cahayannya lebih sunyi dari seribuh lampu (efoni)
Yang menyala sepanjang Saint-Germain (efoni)
Manusia lalu di sana, seperti katamu, (efoni)
Menyeberangi hutan lambang. (efoni)
    Puisi diatas hampir semua lariknya menggunakan bunyi-bunyi efoni. Ada beberapa larik yang berbunyi efoni akan tetapi bermakna kakafoni seperti:
Menyerbu pendengaranku. (efoni)
Cahaya bulan dan bintang disapu kabut. (efoni)
Langkah kakiku terasa penat, naik terun (efoni)
Menandakan  nilai-nilai berduri maut. (efoni)
Penggalan puisi diatas bermakna kakafoni karena menggambarkan suasana yang buruk dan perasaan jiwa yang gelisah. Pada puisi ini masih kontradiksi karena berbunyi efoni tapi bermakna kakafoni.
3.    Anomatope
Puisi diatas berjudul “Paris La Nuit” tidak terdapat bunyi anomatope karena penulis tidak menghadirkan tiruan-tiruan bunyi atau suara yang dihasilkan oleh barang, gerak atau hewan.
4.    Aliterasi
Pada puisi “Paris La Nuit” tidak terdapat bunyi aliterasi karena di dalamnya tidak ada pengulangan huruf konsonan.
5.    Asonansi
Pada puisi “Paris La Nuit” terdapat beberapa  larik yang menggunakan bunyi asonansi, seperti:
Dengan hitam bergaris angin musim dingin.
Sebab hidup mengalir ke hilir 
Penggalan puisi di atas menggunakan bunyi asonansi yang mengulang huruf vocal i.

6.    Anaphora dan epifora
Pada puisi karya Soni Farid Maulana yang berjudul “Paris La Nuit” tidak menggunakan bunyi-bunyi anaphora dan epifora, karena didalamnya tidak terdapat pengulangan kata yang sama pada awal larik dan diakhir larik.

4.3    Deskripsi Hasil
Pada puisi-puisi karya Soni Farid Maulana yang berjudul Diluar Mimpi, Kau, Literatur Seorang Buruh Pabrik di Tengah Gemuruh Kota Jakarta, Kubur Sunyi, dan Paris La Nuit, banyak menggunakan bunyi-bunyi efoni dari pada kakafoni, akan tetapi puisi-puisi karya Soni ini masih kontradikasi karena bunyi dan makna berbeda. Ada beberapa larik puisi yang berbunyi efoni akan tetapi penulis menghadirkan makna kakafoni.
Pada puisi Soni Farid Maulana, ia tidak banyak menghadirkan bunyi-bunyi anomatope yang berupa bunyi-bunyi tiruan suara, gerak hewan, manusia, barang dan yang lainnya. Soni juga tidak menghadirkan bunyi-bunyi aliterasi pada puisi-puisinya, sedangkan ia lebih banyak menghadirkan bunyi asonansi yang berupa pengulangan bunyi-bunyi huruf vocal.
Pada puisi-puisi Soni, ia tidak menghadirkan pengulangan bunyi anaphora yang berupa pengulangan bunyi-bunyi dalam kata yang sama diawal larik, sedangkan ia lebih menghadirkan pengulangan bunyi diakhir larik yaitu epifora.












BAB V
KESIMPULAN
5.1    Kesimpulan
Pada puisi-puisi Soni Farid Maulana, ia lebih banyak menggunakan pendekatan bunyi efoni daripada kakafoni. Ini menunjukkan bahwa penulis lebih menyukai hal-hal yang berkaitan dengan keindahan dari pada suasana yang buruk dan tidak menyenangkan. Akan tetapi penulis juga menghadirkan hal-hal yang kontradiksi. Terbukti ada beberapa larik dari puisi-puisi karya Soni yang bunyinya berbeda dengan maknanya.
Pada puisi-puisi Soni terdapat tiruan-tiruan bunyi binatang, manusia dan yang lainnya, ini semua menjadikan puisi-puisi tersebut lebih indah.
Soni juga tidak menghadirkan bunyi-bunyi aliterasi yaitu pengulangan huruf-huruf konsonan yang dominan, ia lebih senang menghadirkan pengulangan bunyi-bunyi huruf vocal yang disebut dengan asonansi.
Penulis lebih senang menghadirkan bunyi epifora yaitu pengulangan bunyi dalam kata yang sama diakhir larik daripada anaphora yang pengulangan bunyi katanya berada diakhir larik.
Secara keseluruhan, Soni Farid Maulana senang menggunakan bunyi efoni, anomatope, aliterasi dan epifora.
5.2    Saran
1.    Sebaiknya para penyair puisi dapat mempergunakan setiap bunyi-bunyi  dalam setiap sajak puisinya agar puisi lebih hidup dan mempunyai nilai estetika yang lebih.
2.    Sebaiknya bagi para penikmat puisi lebih memperdalam pengetahuan tentang bunyi-bunyi dalam sajak, agar dapat memahami suatu karya dari segala aspek yang membangun karya itu sendiri.